Melawi. Polemik utang Pemkab Melawi yang mencapai Rp97 miliar lebih, berpotensi terdapat unsur korupsi jika terjadi penyalahgunaan wewenang.
“Kami mencermati dalam persoalan utang Pemkab Melawi itu terdapat unsur korupsinya jika bupati melakukan penyalahgunaan wewenang atau abuse of power,” kata M Chandra Djamaluddin, Pengamat Politik dan Kebijakan Publik, kepada pontianak-times.co.id, Kamis (6/7/2023).
Menurut Chandra, untuk mengetahui adanya kemungkinan abuse of power itu dapat dirunut dari penyebab munculnya utang Pemkab Melawi Rp97 miliar, yang bahkan mencapai Rp102 miliar seperti yang dipertanyakan fraksi-fraksi di DPRD Melawi.
Mengapa sampai terjadi utang di APBD 2022 dan Dewan tidak mengetahui? Menurut Chandra, seharusnya eksekutif dalam hal ini ketua Tim TAPD termasuk Bupati Melawi memberitahukannya kepada DPRD Melawi. Kemudian menghentikan semua pekerjaan dan program yang tidak terbayar.
“Kenyataannya, utang tersebut baru diketahui enam bulan setelah APBD 2022 berakhir. Bahkan tanpa ada surat pengakuan utang dan tiba-tiba keluar Peraturan Bupati atau Perbup untuk melegalkan pembayaran utang itu, dengan cara menggeser mata anggaran pada APBD murni 2023 yang sudah disahkan,” papar Chandra.
Terhadap hal itu, Chandra menilai, telah terjadi penyalahgunaan wewenang oleh Bupati Melawi dan berdampak pada dugaan tindakan korupsi. Apalagi jika ditelusuri lebih jauh terkait motif disembunyikannya utang tersebut, hingga APBD 2022 meraih predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dari BPK.
“Tetapi akhirnya kan ketahuan juga dan justru semakin membuat terbukanya masalah yang serius. Kemudian terjadi pelanggaran mekanisme proses anggaran,” tegas Chandra.
UU Tipikor
Chandra mengulas, pelanggaran mekanisme itu dapat menjadi salah satu unsur dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Nomor 31 Tahun 1999 pasal 3.
Pasal 3 itu menyebutkan, “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Chandra mencontohkan, beberapa kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah telah banyak terjadi dan bermula dari penyalahgunaan wewenang. “Di salah satu kabupaten di Kalbar pernah terjadi, dan juga yang menimpa Gubernur Banten. Putusan itu menjadi yurisprudensi,” ujar Chandra
PA Fraksi
Sementara itu, paripurna DPRD Kabupaten Melawi dengan agenda Pendapat Akhir (PA) Fraksi terhadap laporan pertanggungjawaban penggunaan APBD Tahun 2022 oleh Bupati Melawi, ditunda.
PA Fraksi itu sedianya dilaksanakan Kamis 6 Juli 2023, namun batal lantaran Bupati Melawi Dadi Sunarya Usfa Yursa berada di Jakarta. “Paripurna ditunda,” kata H Heri Iskandar, Anggota DPRD Melawi yang dikonfirmasi pontianak-times.co.id, Kamis (6/7/2023).
Penundaan jadwal itu diberitahukan secara resmi melalui surat yang ditandatangani Ketua DPRD Melawi, Widya Hastuti.
Sebelumnya Banggar dan unsur pimpinan DPRD Melawi melakukan rapat koordinasi dan konsultasi ke Badan Keuangan dan Asset Daerah (BKAD) Provinsi Kalbar.
Penulis: R. Rido Ibnu Syahrie I Update Berita, Follow Google News