Pontianak. Penolakan Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP sudah mulai melandai. Ini dimungkinkan masyarakat banyak yang mendapat edukasi.
Demikian dijelaskan Prof M Arief Amrullah ketika menjadi salah seorang pemateri dalam Diskusi Publik RUU KUHP yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan dan Kanwil Kemenkumham Kalbar, Selasa (20/9/2022) di Hotel Mercure Pontianak secara luring dan daring.
Arief yang juga pakar hukum sekaligus guru besar hukum pidana Universitas Jember ini menjelaskan RUU KUHP yang awalnya isu krusial saat ini telah melandai, ibarat covid-19.
“Itu karena masyarakat telah banyak menerima penjelasan yang dimaksudkan oleh RUU KUHP. Salah satunya adalah living law atau pidana adat. Dalam Undang-undang ini diakui adanya tindak pidana atas dasar hukum hidup dalam bermasyarakat. Tujuannya untuk lebih memenuhi rasa keadilan yang hidup dimasyarakat,” papar Arief.
Arief mencontohkan pasal 218 tentang penghinaan kepada Presiden yang tidak membatasi demokrasi dan kebebasan berpendapat. Pasal 218 ayat (2) RUU KUHP secara tegas telah membedakan kritik dan penghinaan, dan menegaskan bahwa kritik dimaksudkan untuk kepentingan umum sehingga tidak bisa dipidana.
Diskusi publik kali ini diikuti Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Pontianak, Pemerintah Daerah di seluruh Kota dan Kabupaten Kalimantan Barat, dan perwakilan Polresta Pontianak. Perwakilan dari akademisi dan pihak universitas juga hadir bersama organisasi gerakan mahasiswa, ormas/OKP, PWI, Ikatan Notaris Indonesia Provinsi Kalimantan Barat, PERADI SAI DPC Pontianak, DPD Kongres Advokat Indonesia Kalimantan Barat dan jajaran Kemenkumham Kalbar.(alf/dwi)