Berdasarkan kajian-kajian sebelumnya, Baca: pada bagian 1 dan Baca: Bagian 2, peristiwa Isra Mikraj Rasulullah itu penuh makna simbolik. Kita perlu menerjemahkannya dalam kehidupan sehari-hari. Isra sebagai awal perjalanan Nabi Muhammad Shalallahu “Alaihi Wasallam adalah perjalanan yang setara jarak kurang lebuh 1.350 kilometer. Jarak yang jauh saat itu.
Makna kisah perjalanan malam hari dari Masjid Al-Haram ke Masjid Al-Aqsha pada hakikatnya memberikan hikmah yang dalam tentang adanya gerakan sejajar (horizontal).
Hal ini menandakan apabila kita ingin sukses dalam urusan keduniaan dan sekaligus keakhiratan, harus mampu melaksanakan komunikasi dengan lingkungan sekitar. Interaksi yang seimbang dengan sesama manusia, selalu menjalin silaturrahim, koordinasi maupun konsolidasi sesama umat.
Peristiwa ini merupakan simbol yang menyadarkan kita pada firman-Nya tentang pentingnya menjaga hubungan dengan alam sekitar dan sesama manusia.
Sedangkan perjalanan Nabi dari Masjid Al-Haram ke Masjid Al-Aqsha secara tersirat telah memberikan arti dan penekanan tentang peran dan fungsi masjid yang sangat strategis, sehingga terdapat dalam historis napak tilas perjalanan Rasulullah.
Kemudian napak tilas tersebut menunjukkan bahwa masjid menjadi solusi segala urusan. Karena sebenarnya masjid bukan hanya tempat ibadah mahdoh, namun lebih dari itu sebenarnya sebagai pusat kegiatan dan kebudayaan umat Islam.
Mengenai Mikraj yang bermakna tangga atau tempat naik yang secara implisit juga berarti tempat turun, memperlihatkan makna garis hirarkis, gerakan vertikal (tegak lurus). Hal ini mengandung arti dalam melakukan perjuangan memerlukan kesiapan fisik, mental, dan ilmu.
Semuanya itu memerlukan sikap istiqomah (konsekuen dan konsisten) dalam merealisasikan fungsi kekhalifaan. Manusia sangat memerlukan tuntunan dari penguasa tunggal Al-Khalik Al-’Alam, yang pada-Nya terdapat hubungan garis konsultatif dan garis komando. Inilah namanya Hablun min Allah.
Makna lain dari peristiwa ini, memberikan arti seorang khalifah harus memperhatikan hubungannya dengan atasan maupun dengan bawahan. Hal ini juga mengingatkan kita pada pernyataan yang sedikitnya kita ucapkan 17 kali sehari semalam ketika menunaikan ibadah salat.
Pernyataan tersebut adalah pengakuan bahwa hanya kepada Allah kita menyembah dan memohon pertolongan (QS.1 : 5). Kesadaran tersebut, meneguhkan kepada eksistensi Tuhan sebagai tempat manusia bergantung dan berharap. (QS.112 : 2).
Selanjutnya kendaraan Buraq yang menjadi kendaraan Rasulullah ketika Mikraj berarti ‘kilat’, memberikan makna dan isyarat bahwa: Melaksanakan setiap pekerjaan/perjuangan tanpa menunda, dengan memperhatikan efektivitas dan efisiensi. Dalam melaksanakan suatu tugas, selain kesiapan fisik, mental dan ilmu pengetahuan, juga harus mampu memanfaatkan atau menguasai teknologi.
Mengenai jenis kendaraan pada perjalanan istimewa ini, memang diberitakan oleh beberapa hadis dengan gaya bahasa yang sesuai dengan daya tangkap dan perkembangan teknologi transportasi pada saat itu. Sehingga hanya dikatakan … lebih kecil sedikit dari kuda atau lebih besar dari keledai, yang kecepatannya sejauh mata memandang ..
Pernyataan Nabi yang diplomatis ini memerlukan pemahaman dalam kondisi bangsa Arab yang menggunakan transportasi hewan kuda dan unta. Sehingga terlalu sulit untuk menjelaskan bagaimana kendaraan yang sesungguhnya.
Sebagai penutup dari tulisan ini, bahwa peristiwa Isra Mikraj itu merupakan peristiwa misterius, peristiwa yang strategis, dan penuh makna simbolik. Kita perlu terus menerjemahkan dalam bahasa manusia.
Peristiwa ini sangat dahsyat untuk memperlihatkan sebagian dari tanda-tanda kebesaran Allah Subhanahu Wata’Ala sekaligus sebagai bukti kemukjizatan Rasul-Nya Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Sebagai umat beriman, kita harus mampu mengambil hikmah dan pelajaran dari peristiwa agung ini dengan cara meningkatkan kesehatan badaniah, rohaniah, ilmu pengetahuan dan teknologi. Semoga. (tamat)
- Penulis : Dr H Munawar MSi – Dosen Senior Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak
- Editor : R. Rido Ibnu Syahrie