Jakarta. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan adik kandung Bupati Muna, LM Rusdianto Emba (LMRE) pada kasus suap peminajaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), Senin (27/6/2022).
Deputi Penindakan, Karyoto didampingi Juru Bicara KPK Ali Fikri mengumumkan upaya paksa penahanan LMRE yang turut serta dalam pengajuan dana PEN Tahun 2021 Kabupaten Kolaka Timur Provinsi Sulawesi Tenggara.
Dengan penahanan ini, jumlah total tersangka yang sudah ditahan berjumlah 5 orang. Mereka adalah Andi Merya Nur, Laode M Syukur Akbar (LMSA), M Ardian Noervianto (MAN), Sukarman Loke (SL) dan Laode M Rusdianto Emba (LMRE).
“Penahanan tersangka ini terkait dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadian atau janji dalam peminjaman Dana PEN Kolaka Timur tahun 2021,” kata Karyoto dalam jumpa pers yang disiarkan langsung melalui streaming Kanak KPK.
Menurutnya, untuk perkara yang sama ini KPK telah menetapkan beberapa pihak lain sebagai tersangka yakni AMN sebagai Bupati Kolaka timur periode 2021-2026, dan MAN Direktur Jendral Keuangan Kementrian Dalam Negeri periode Juli 2020-November 2021. Tersangka lainnya LMSA Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, SL Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna.
Untuk kepentingan penyidikan, lanjut Karyoto, tim melakukan upaya penahan paksa tersangka LMRE selama 20 hari ke depan terhitung 27 juni 2022 hingga 16 juli 2022 di Rutan KPK Pomdam Jaya. LMRE adalah pengusaha di Sulawesi Tenggara yang dikenal memiliki banyak koneksi dengan berbagai pihak.
Koneksi itu diantaranya dengan pejabat tingkat pemerintahan daerah maupun pemerintah pusat. “Karena percaya dengan koneksi LMRE, selanjutnya AMN meminta bantuan LMRE untuk membantu mengurus pengajuan dana PEN Kabupaten Kolaka Timur di tahun 2021,” ujar Karyoto.
Usulan peminjamannya sebesar Rp350 miliar yang diduga ada kesepakatan antara LMRE dan AMN apabila dana PEN tersebut nantinya cair. Maka LMRE akan mendapatkan beberapa proyek pekerjaan di Kabupaten Kolaka Timur dengan nilai puluhan miliar.
“Untuk pengusulan dana PEN ini, LMRE diduga bekerjasama aktif dengan SL yang saat itu kepala badan kepegawaian dan pengembangan SDM Kabupaten Muna. SL juga dikenal memiliki banyak relasi di pemerintah pusat, salah satunya di kementerian dalam negeri,” ujarnya.
Dalam sebuah pertemuan di Kota Kendari, LMRE dan SL menyampaikan pada AMN agar pengusulan dana PEN ini dapat berjalan dengan sesuai rencana. Maka diperlukan sejumlah uang untuk diberikan kepada salah satu pejabat di Kementerian Dalam Negeri. Adapun pejabat itu adalah MAN yang memiliki kewenangan memperlancar proses pengajuan dana PEN.
Dari informasi SL yang memiliki kedekatan dengan MAN adalah LMSA (teman seangkatan saat di (STPDN), LMRE dan SL diduga membantu beberapa agenda pertemuan antara AMN dan MAN di Jakarta. Sesuai informasi LMSA, dalam pertemuan tersebut MAN meminta sejumlah uang pada AMN Rp2 miliar. Hal ini disetujui AMN untuk proses pemberian uang pada MAN.
Kemudian AMN mempercayakan pada LMRE dan SL dengan penyerahan melalui transfer rekening bank dan tunai. “Karena turut memperlancar proses usulan dana PEN, maka AMN melalui LMRE diduga memberikan sejumlah uang Rp750 juta pada SL dan LSMA,” ujar Karyoto.
Atas perbuatannya itu, tersangka LMRE sebagai pemberi melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUH pidana.
Penulis: Dwi Agma Hidayah