Mandor. Perda Provinsi Kalimantan Barat Nomor 5 Tahun 2007 telah menetapkan 28 Juni sebagai Hari Berkabung Daerah (HBD). Bagaimana kondisi Makam Juang Mandor saat ini?
Beberapa hari sebelum perayaan itu, pegiat sosial dan budaya Andreas Acui Simanjaya mengunjungi Makam Juang Mandor, lokasi tempat pemakaman para pejuang korban pembunuhan massal Jepang.
“Saya pada tanggal 5 Juni 2022 bersama beberapa anak-anak didik mengunjungi lokasi tersebut untuk mengenalkan sejak dini tentang situs bersejarah di Kalbar,” ujar Acui kepada pontianak-times.co.id, Senin (27/6/2022).
Acui merupakan salah seorang inisiator yang bersama-sama kalangan jurnalis turut menginisiasi agar Pemprov Kalbar mengeluarkan regulasi untuk memperingati hari bersejarah tersebut. “Saat kunjungan terakhir kami bersama anak-anak itu, mereka antusias dan banyak bertanya seputar peristiwa Mandor,” ujar Acui.
Membentuk Yayasan
Acui juga membawa ke lokasi Makam Juang Mandor dan berdialog dengan Uca Suherman. Ucu adalah seorang tokoh masyarakat yang mengabdikan dirinya menjaga dan merawat Makam Juang Mandor. Dari perbincangan ini diketahui ada upaya membentuk semacam yayasan.
Harapannya dengan yayasan itu nantinya bisa mengurus dan mengembangkan situs sejarah menjadi lebih baik dan menarik untuk dikunjungi. “Rencana baik tersebut, ujar Acuim, memerlukan dukungan dari semua pihak untuk segera mewujudkannya,” papar Acui.
Pada saat kami datang, lanjut Acui, ada pekerja yang sedang menyelesaikan pengecatan ulang diorama. Karya itu menggambarkan peristiwa kekejaman Jepang di Mandor. Satu persatu melihat 10 lokasi makam massal di dalam areal Makam Juang Mandor ini. Terlihat belum ada sentuhan apapun untuk mempersiapkan diri saat para tamu berkunjung ke situs ini seperti biuasa setiap tahunnya.
Kondisi areal memang tidak terdapat semak dan rumput yang menganggu perjalanan mengelilingi 10 makam massal ini. Bangunan tempat menyimpan foto-foto para korban Jepang juga tidak nampak siap untuk dikunjungi. Beberapa foto yang terletak di lantai ruangan terkunci ini, sudah mulai pudar sebagian warnanya.
“Anak anak yang ikut bersama saya hanya bisa mengintip dari jendela kaca untuk memenuhi rasa ingin tahunya,” kata Acui yang juga mantan legislator DPRD Provinsi Kalbar.
Seharusnya, lanjut Acui, di situs Makam Juang Mandor memiliki pegawai khusus yang setiap hari melayani pengunjung dengan memberikan akses dan penjelasan seputar situs dan peristiwa mandor.
Di sudut lain areal tersebut, terdapat dua buah danau kecil yang dahulu indah di sisi kiri dan kanan jalan menuju Makam Juang Mandor. Kondisi airnya kini sudah menyusut karena ditutupi semak-semak, sehingga kehilangan daya tarik. “Dahulu duduk di gazebo sambil menikmati pemandangan di danau kecil. Ini merupakan ciri khas Makam Juang Mandor,” kenang Acui.
Ia juga mengingat kenangan semasa Abdul Samad masih hidup yang telaten mengumpulkan dan merawat banyak tanaman hias di lokasi itu. Tanaman itu antaralain anggrek spesies, kantong semar dan tumbuhan liar dari alam yang ditata rapi nan indah. Seputar halaman rumahnya kala itu indah. ”Sepeninggal beliau tak ada satuun anggrek atau tumbuhan alam sekitar halaman tersebut,” kata Acui.
Refleksi 78 Tahun Lalu
Makam Juang Mandor merupakan makam massal korban kekejaman Jepang. Korbannya sebanyak 21.037 orang dari berbagai latar belakang mulai pejabat, pedagang hingga intelektual Kalbar. Korbannya juga lintas suku dan agama.
Mereka menjadi korban kekejaman Jepang yang menginginkan Kalbar menjadi daerah jajahan sebagai Jepang baru. Makanya para generasi tua dibunuh secara massal dengan tujuan kaum muda bisa dijadikan pengabdi pada kekaisaran Jepang.
Pada peringatan Selasa 28 Juni 2022, merupakan Tahun ke 78 jika dihitung dari tahun kejadian Peristiwa Mandor pada 28 Juni 1944. Berarti, saat ini sudah memasuki generasi ke 3 dari para pejuang korban Mandor. Perlu refleksi agar peristiwa penting tersebut tidak pudar hingga generasi berikutnya.
“Boleh jadi pada generasi ketiga ini ikatan emosional tentang peristiwa ini mulai memudar. Untuk itu perlu diingatkan kembali melalui pelajaran muatan lokal di sekolah. Atau melalui karya para seniman Kalbar yang mengabadikan tema dari kejadian tersebut,” saran Acui.
Editor: R. Rido Ibnu Syahrie