Pontianak. Selain desakan mengirim nota protes, kali ini otoritas Indonesia diminta melakukan klaim kepada Pemerintah Tiongkok (China) sesuai Konvensi Liability 1972 atas peristiwa jatuhnya serpihan roket di wilayah Indonesia.
“Apabila Indonesia merasa dirugikan dalam hal jatuhnya serpihan roket tersebut yang membahayakan, maka dapat mengajukan tuntutan kompensasi,” kata Denie Amiruddin SH MHum, Advokat Kalimantan Barat kepada pontianak-times.co.id, Senin (8/1/2022).
Ketentuan itu, kata Denie, termuat dalam Pasal IX Liability Convention 1972 yang menyebutkan bahwa suatu tuntutan kompensasi atas kerugian atau kerusakan harus dilakukan terhadap negara peluncur roket.
“Namun upaya itu harus didahului melalui saluran diplomatik. Jika tidak tercapai kesepakatan maka penuntutan ganti rugi diajukan melalui claim commission sebagaimana diatur dalam Pasal XII Liability Convention 1972,” ujar Denie.
Selama ini, lanjut Denie, pedoman dasar untuk mengajukan atau mengklaim pertanggungjawaban atas benda angkasa yang jatuh ke bumi menggunakan Konvensi Liability 1972 atau The Convention on International Liability for Damage Caused by Space objects.
“Pengaturan ini mengenai tanggung jawab untuk kerugian yang ditimbulkan oleh space objects atau benda angkasa,” kata dia.
Denie yang juga akademisi Universitas Muhammadiyah Pontianak ini menjelaskan Liability Convention mengandung empat lingkup yaitu lingkup geografis, lingkup benda (material), lingkup fungsional atau personal, dan lingkup waktu.
“Dengan meninjau keempat sudut pandang ini, maka dapat terlihat hal-hal seperti di wilayah ruang mana saja konvensi ini dapat berlaku dapat dikenakan pada siapa saja,” ujarnya.
Berdasarkan pasal II Liability Convention 1972 dinyatakan bahwa negara peluncur bertanggungjawab mengganti rugi yang diakibatkan oleh jatuhnya benda-benda angkasa buatan, melalui beberapa skema setelah menempuh saluran diplomatik.
Nota Protes
Sebelumnya, Pengamat Sosial Politik Ireng Maulana telah meminta pihak Indonesia untuk mengeluarkan nota protes atas jatuhnya serpihan roket di lahan sawit milik warga Desa Pengadang, Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat.
Ireng yang memiliki disiplin ilmu strategi perang ini mengharapkan Pemerintah Indonesia meminta klarifikasi dari Pemerintah Tiongkok. Sekaligus untuk memastikan tidak adanya upaya surveillance pihak asing atas kedaulatan Indonesia.
“Seharusnya Tiongkok sudah bisa memprediksi lokasi-lokasi mana yang akan dijatuhi serpihan roketnya itu. Kenyataannya, tidak ada sama sekali warning,” ujar Ireng.
Sementara itu, hingga kemarin logam berbentuk pipih ukuran 5×2 meter masih di-police line di lokasi jatuhnya di lahan sawit milik Yulius Thalib di Desa Pengadang, Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau. Serpihan roket itu teridentifikasi sebagai Roket Long March 5B milik China sepanjang 30 meter dengan berat 22 ton.
Roket ini awalnya mengedrop pasokannya membawa modul laboratorium menuju orbit stasiun antariksa milik China. Setelah mengirim modull tersebut, roket jatuh tak terkendali ke ruang atmosfir dan meluncur ke Samudra Hindia dekat Sarawak yang berbatasan dengan Kalimantan Barat.
Manned Space Agency milik China mengungkapkan serpihan roketnya akan jatuh di lokasi yang sama, dan kemungkinan besar sudah terbakar habis.(rdo)