Taipei. Sebuah pulau di ujung sebelah barat Samudra Pasifik bernama Taiwan, terkenal dengan wisata ramah muslim. Negeri yang berjarak sekitar 160 km dari lepas pantai Daratan Utama Tiongkok ini terdiri dari sejumlah pulau-pulau kecil di lepas pantai.
Taiwan memiliki luas luas daratan sekitar 36 ribu km2 dengan populasi 23,5 juta. Tidak terlalu luas namun cukup padat. Di Taiwan dulunya ada 19 suku asli yang kemudian berkurang menjadi 14 suku.
Mayoritas penduduk Taiwan berasal dari suku Han Tiongkok yang bermigrasi ke pulau utama Taiwan sejak tahun 1600-an. Taiwan tidak hanya memiliki keindahan alam yang mengagumkan tetapi juga menawarkan keramah tamahan dan keterbukaan dalam keagamaan dan kebudayaan masyarakatnya.
Budha dan Taoisme merupakan agama terbesar, dengan kode etik konfusianisme. Penduduk muslim merupakan minoritas, yang menghuni Taiwan sejak tahun 1660-an. Mereka adalah para prajurit Tiongkok dibawah kepemimpinan Dinasti Ming Koxinga yang menggulingkan pasukan kolonial Belanda.
David Wei-Chun Hsieh, Direktur Umum Biro Pariwisata Taiwan mengatakan ”Taiwan adalah rumah bagi lebih dari 170.000 muslim yang dapat menjalankan ibadah di enam masjid di Taipei, Taoyuan, Taichung, Tainan dan Kaohsiung.”
Delegasi Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) terdiri dari Aat Surya Safaat, Jon Heri, Umi Syarifah, Yono Hartono dan saya sendiri memenuhi undangan Ditjen Biro Pariwisata Kementerian Transportasi dan Komunikasi Taiwan, difasilitasi TETO. Kami berkesempatan salat dzuhur dan ashar di Masjid Raya Taipei.
Masjid
Mesjid ini cukup luas mampu menampung jamaah sekitar 500 orang dan terdiri atas dua lantai terletak di persimpangan Taman Da’an kota Taipei persisnya di jalan Xinsheng sector 2 no 62, Taipei.
Secara resmi masjid ini dibuka pada April 1960 dan didanai pemerintah Taiwan dan donasi dari Arab Saudi serta negara-negara muslim lainnya. Selama lebih dari 50 tahun Masjid Raya Taipei menjadi tujuan para tamu muslim saat berkunjung ke Taiwan.
Salah seorang relawati pengurus Masjid Raya yang sempat menerima kedatangan rombongan SMSI adalah Novi Irmania, mahasiswi Indonesia yang tengah mempelajari Biomagical Science di China Medical University.
Menurutnya, banyak relawan pengurus masjid yang berasal dari Indonesia. Selain dari Dewan Masjid, Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Taiwan dan Lembaga Dakwah Nahdatul Ulama aktif menghidupkan kegiatan-kegiatan masjid,.
Kegiatan itu antara lain Tempat Penitipan Anak (TPA) ketika orang tua bekerja, membuka kelas-kelas belajar Alquran di hari Sabtu dan Minggu, bersama-sama Chinese Muslim Association memberi pencerahan-pencerahan berkaitan dengan moslem prayer room dan halal restaurant, bazaar dan lainnya.
“Taiwan ini peringkat ke 2 negara non moslem yang menggalakkan wisata ramah moslem,” papar Novi. Menurutnya, sejak Juli 2022 hingga sekarang ini ada sekitar 70 orang berikrar menjadi mualaf di Taiwan. “Hampir tiap bulan di masjid ini melayani mualaf,” lanjutnya.
Di Taipei terdapat dua masjid. Selain Masjid Raya tersebut juga ada masjid Kebudayaan Taipei yang berlokasi di jalan Xinhai Lane 25 no 3, Taipei. Mesjid Kebudayaan Taipei selesai dibangun tahun 1984 berlantai lima dengan arsitektur dan motif bangunan mengikuti gaya Islam klasik.
Ramah Muslim
Istilah ramah muslim dapat dimaknai dengan memberi kemudahan bagi kaum muslim untuk menunaikan kewajiban sehari-hari sebagai seorang muslim.
Mesjid menjadi pilar muslim untuk dapat menjalankan ibadah salat. Taiwan yang mayoritasnya bukan muslim membuka diri dengan menyediakan ruang salat di restoran-restoran halal lengkap dengan sajadah.
Akan halnya restoran, banyak restoran yang sudah berlabelkan “halal” dengan sertifikat dari otoritas setempat yakni Chinese Muslim Association.
Persyaratan untuk memperoleh sertifikat halal, digariskan oleh Biro Pariwisata, Kementerian Transportasi dan Komunikasi Taiwan antara lain diminta mengikuti training atau pelatihan tentang halal restoran ataupun pemahaman tentang friendly moslem restaurant yang diberikan oleh Chinese Muslim Association tersebut.
Selain tidak memasak daging babi, pada pelatihan tersebut juga dilatih untuk memisahkan peralatan dan bahan-bahan masakan di dapur. Jadi, restoran yang bersertifikat halal memiliki dua dapur. Satu dapur dengan peralatan dan bahan makanan untuk masakan umum, yang satunya lagi dapur dengan peralatan dan bahan makanan untuk memasak makanan halal.
Pak Hong, pemilik restoran halal Beimen Island Restaurant di Distrik Beimen kawasan Tainan bukanlah seorang muslim dan selain memiliki restoran di Beimen yang berlabel halal itu, ia bersama isterinya juga memiliki restoran untuk masakan pada umumnya di Taiwan bernama ‘Tian Mama’.
Pak Hong sebagai pengusaha memanfaatkan peluang untuk membuka restoran halal. Ia mengikuti pelatihan halal restoran dan mempersiapkan sarana prasarana yang dipersyaratkan sehingga ia berhasil memperoleh sertifikat halal.
Ketika ditanya, apakah tidak merugi karena konsumen halal tidak banyak. Dia menjawab bahwa sebagai pengusaha dia harus jeli melihat peluang. “Sekarang mungkin konsumennya masih sedikit tetapi nantinya kita tidak tahu,” ujarnya.
Tian Mama
Restoran ‘Tian Mama’ yang dikelola isterinya acapkali kedatangan tamu rombongan wisata dan apabila dalam rombongan itu ada permintaan makanan halal, maka isterinya akan minta Beimen Island Restaurant yang dikelola pak Hong untuk memasaknya dan mengantar hasil masakan tersebut ke restoran “Tian Mama”.
Wisata Ramah Muslim juga dapat dirasakan di hotel-hotel. Selain makanan halal, kamar-kamar hotel menyiapkan sajadah dan Alquran di laci meja sekaligus tanda arah kiblat. Di tanah air kita, biasanya tanda arah kiblat disematkan di langit-langit kamar. Di Taiwan ditempelkan di laci, dan Alquran berdampingan dengan kitab suci lainnya.
Hotel-hotel memberi keramahan kepada setiap tamu. Ketika rombongan kami datang di hotel di kawasan Lihpao Land, Taichung, mereka menyambut kami dengan tidak memasak makanan non halal sehingga kami tidak perlu khawatir dengan menu-menu yang tersaji.
Masjid, kuil atau gereja di Taiwan berdiri di antara gemerlap menara pencakar langit. Festival-festival terus berlangsung. Pasar malam yang menjual makanan dan berbagai kebutuhan konsumtif bisa dijumpai di tengah kokohnya bangunan pusaka para leluhur dari zaman kekaisaran. Semuanya mengesankan agama, tradisi dan modernitas berpadu secara harmoni.
Laporan Retno Intani (Ketua Bidang Pendidikan SMSI Pusat)