Jakarta. KPK menetapkan dan menahan AKBP Bambang Kayun (BK) tersangka suap dan gratifikasi Rp56 Miliar terkait perebutan hak ahli waris PT Aria Citra Mulia (ACM) di Pontianak.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, Selasa (3/1/2023) menjelaskan tersangka BK mengurus surat dalam perkara perebutan hak milik ahli waris PT ACM.
Firli menjelaskan rinci penerimaan suap tersebut sejak 2015 berupa transfer Rp5 miliar dan satu unit mobil mewah dari terlapor kasus perebutan ahli waris, ES dan HW. Model kendaraan mobil mewah itu dipilih sendiri BK .
“Selain itu tersangka BK menerima uang gratifikasi secara bertahap yang berhubungan dengan jabatannya, dari beberapa pihak yang jumlahnya sekira sekitar Rp50 miliar,” ujar Firli didampingi Deputi Penindakan Karyoto dan Juru Bicara Ali Fikri.
Firli menguraikan upaya KPK dalam pelayanan publik terhadap tindak lanjut laporan dan pengaduan masyarakat. Maka KPK melakukan penyelidikan pengumpulan informasi dan keterangan serta data. Kemudian menahan BK dalam tindak pidana korupsi dengan jabatannya sebagai Kasubag Penerapan Pidana dan HAM, Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri.
“BK ditahan selama 20 hari terhitung 3 Januari 2023 sampai 22 Januari 2003 di rumah tahanan negara KPK pada Pondam Jaya Guntur,” kata Firli.
Konstruksi Perkara
Firli menguraikan konstruksi perkara BK yang juga mantan Kasat Serse Polresta Pontianak ini. Bermula dari adanya pelaporan kepada Polri terkait dugaan pemalsuan surat dalam perebutan hak ahli waris PT ACM dengan terlapor ES dan HW.
Salah seorang kerabat terlapor merekomendasikan bertemu BK yang menempati posisi Kasubag Penerapan Pidana dan HAM Biro Bantuan Hukum Mabes Polri. Sekira Mei 2016 bertempat di salah satu hotel di Jakarta, dilakukan pertemuan dengan BK. Kemudian BK menyampaikan kesiapan membantu dengan kesepakatan pemberian sejumlah uang ataupun barang.
BK menyarankan untuk mengajukan surat permohonan perlindungan hukum dan keadilan. BK menjadi salah satu personil untuk verifikasi dan menyusun kesimpulan hasil rapat yang pada pokoknya menyatakan adanya penyimpangan penerapan hukum termasuk kesalahan dalam proses penyidikan.
Dalam perjalanan perkara, ES dan HW ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Bareskrim Mabes Polri. Terkait penetapan status tersangka ini, BK menyarankan kepada ES dan HW untuk mengajukan gugatan pra peradilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Atas pemberian saran ini, BK menerima uang sekitar Rp5 miliar dari ES dan HW melalui transfer.
Bocorkan Hasil Rapat
Dalam proses gugatan praperadilan ini, kata Firli, BK membocorkan hasil rapat Divisi Hukum Polri dan menyampaikannya kepada ES dan HW sebagai bahan materi gugatan praperadilan.
“Hakim dalam putusan gugatan Pra Peradilan selanjutnya mengabulkan gugatan dan status penetapan tersangka dinyatakan tidak sah,” kata Firli dalam konferensi pers di gedung KPK Jalan Kuningan yang disiarkan melalui streaming kanal KPK.
Penanganan kasus perebutan hak ahli waris PT ACM itu terus berlanjut. ES dan HW kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri pada April 2021. Lagi-lagi, BK yang pernah menjadi Perwira Menangah di Polda Kalbar ini menerima uang pada Desember 2016 dari ES dan HW untuk membantu perkara mereka.
“BK diduga menerima Rp1 miliar dari ES dan HW untuk membantu pengurusan perkara sehingga keduanya tidak kooperatif selama proses penyidikan, hingga ES dan HW melarikan diri dan masuk dalam DPO penyidik Bareskrim Mabes Polri,” ungkap Firli.
Sejak saat itu pula, BK diduga menerima aliran dana gratifikasi hingga total mencapai Rp50 miliar dari sejumlah pihak. BK dijerat dengan Pasal 12 (a) atau Pasal 12 (b) atau Pasal 11 dan 12B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. AKBP Bambang Kayun akan menjalani penahanan pertama selama 20 hari ke depan di Rutan KPK.
Penulis: R. Rido Ibnu Syahrie