Pontianak. Bagi anda yang biasa berselancar di dunia maya, tetap bijak dalam menggunakan perangkat digital. Jika tidak, maka patroli gentayangan siap menangkap.
“Kami memiliki unit yang selalu gentayangan berpatroli, dilengkapi perangkat teknologi tertentu,” kata Kompol Asep Mustofa Kamil SH MH, Kanit 1 Subdit 5 Direskrimsus Polda Kalbar saat menjadi narasumber Diskusi Literasi Beretika Menuju Kedewasaan Demokrasi 2024, Rabu (25/10/2023) di Hotel Ibis Pontianak.
Menurut Asep, lazimnya anggota kepolisian yang berpatroli di dunia nyata, maka petugas kepolisian juga melakukan giat patroli di dunia maya. Patroli itu untuk mengetahui informasi apakah ada tindakan pelanggaran hukum atau tidak.
“Selain itu, menjadi bagian dari upaya antisipasi dari tindakan yang kemungkinan menyebabkan terjadinya gangguan Kamtibmas,” kata Asep.
Asep menyampaikan materi dalam diskusi panel tersebut terkait Penegakkan Hukum Tindak Pidana Siber dalam Fenomena Post Truth.
Post Truth merupakan istilah yang berhubungan dengan situasi dalam pembentukan opini publik dibanding fakta-fakta objektif. Dalam lingkungan post-truth, fakta kerap diabaikan atau diputarbalikkan sehingga cocok dengan narasi yang diinginkan. Emosi serta keyakinan pribadi memainkan peran yang lebih dominan dalam membentuk opini publik, daripada bukti empiris yang kuat.
Kejahatan
Asep memberikan edukasi hukum tentang hukum pidana kejahatan dunia maya di Indonesia yang aturannya tertera dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Aturan itu meliputi beberapa aspek yakni hacking, manipulasi data, illegal access atau Interception, defacing, pencurian data elektronik, interference, pencurian identitas dan lain sebagainya. Kejahatan konten ilegal pada UU ITE meliputi pornography, perjudian, pencemaran nama baik, pengancaman/pemerasan, pemerasan, penipuan online dan hate speech.
Ketentuan lainnya dalam KUHP terkait informasi dan transaksi elektronik meliputi penipuan, fitnah, pencemaran nama baik, pemerasan, pengancaman pemalsuan.
Regulasi berikutnya adalah pasal 14 dan pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana, dan hukum lain terkait ITE diantaranya terkait pornography, telekomunikasi, kejahatan pencucian uang, perlindungan konsumen dan lainnya.
Pasal Krusial UU ITE
Asep Mustofa Kamil mempresentasikan materi diskusinya di hadapan peserta diskusi tentang perbuatan melawan hukum dalam UU ITE, terutama pasal-pasal yang krusial.
Pasal-pasal itu adalah Pasal 27 berhubungan dengan mendistribusikan, mentransmisikan, membuat dapat diaksesnya informasi elektronik atau dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan/pencemaran nama baik, pemerasan/pengancaman.
Pasal 28, penyebaran berita bohong yang dapat merugikan konsumen dalam transaksi elektronik. Menyebarkan informasi yang dapat menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan berdasarkan SARA.
Pasal 29, mengirimkan informasi/dokumen elektronik yang memiliki muatan pemerasan/pengancaman dengan tujuan menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi. Pasal 30, mengakses komputer dan/atau Sistem Elektronik milik orang lain dengan cara apa pun. Pasal 32, mengubah, menambah, mengurangi, memusnahkan, menghapus, memindahkan, menyembunyikan informasi/dokumen elektronik.
Pasal 33, mengganggu sistem elektronik dengan cara apa pun yang mengakibatkan sistem elektronik tidak dapat bekerja. Pasal 34, memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki perangkat keras, perangkat lunak, dan kode akses bagi pelanggar larangan.
Pasal 35, memanipulasi, menambah, mengurangi, mengubah, menghancurkan, membuat lnformasi/dokumen elektronik seolah-olah tampak seperti data asli. (pt1)
Update Berita, ikuti Google News