Taipei. Namanya Titilah, biasa disapa Tilah. Wanita berusia 46 tahun ini merupakan salah seorang pekerja migran Indonesia di Taiwan yang sudah 11 tahun bekerja.
Tilah adalah satu dari 250.114 pekerja migran Indonesia yang berada di Taiwan. Warga Petoyan Gunung Kidul, Yogyakarta ini awalnya kesulitan mendapat pekerjaan di Indonesia. Maklum saja, hanya lulusan SMP. “Karena pendidikan saya cuma SMP, jadi susah mencari pekerjaan di negara sendiri,” ujarnya .
Iapun nekat meninggalkan negaranya untuk mencukupi kebutuhan dua orang buah hatinya yang sekarang telah beranajk dewasa, Dodik Aryo Nugroho (23 th) dan Denisa Candra Dewi (15th). “Dua orang anak saya masih membutuhkan biaya yang sangat banyak, makanya saya tega meninggalkan kedua anak saya bekerja di negeri orang” paparnya.
Meskipun hanya mengantongi ijazah SMP, namun Tilah fasih berbahasa Taiwan dengan bekal kemampuan awal dari Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI). Ketika itu dirinya
diajak temannya melalui PJTKI dan memperoleh pelatihan-pelatihan untuk merawat orang lanjut usia maupun orang sakit. Tilah juga diberi bekal pengetahuan bahasa lokal sehari-hari tempat dia akan bekerja.
Di tahun pertama bekerja di Taiwan, Tilah acapkali sedih lantaran jauh dari anak dan keluarga. Namun karena majikan dan keluarganya sangat baik, toleran dan keramah-tamahan masyarakat Taiwan, maka dia kemudian bisa mengenal banyak orang, memahami budaya negara Taiwan dan menikmati pekerjaannya.
Sejak 2012, dia kemudian bekerja pada sektor jasa di Taiwan, merawat orang berkebutuhan khusus. Selama 11 tahun dirinya merawat Yuhsiang Lin, seorang pemuda disabilitas. Kecelakaan lalu lintas telah menyebabkan raganya tidak berfungsi normal. Yuhsiang Lin mulai dari bangun tidur hingga kembali terbaring tidur, dalam perawatan Tilah.
Yuhsiang Lin, majikan Tilah dalam keterbatasannya mampu bekerja di kantor mengelola lembaga konsultan yang memotivasi orang berkebutuhan khusus agar beraktivitas layaknya orang biasa. Dia mampu menggerakkan kursi roda yang menemaninya beraktivitas melalui tombol yang ditekan dengan mulutnya.
Setiap pagi, Tilah mempersiapkan ‘mas bos’ panggilan untuk Yuhsiang Lin pergi ke kantor, sekaligus menemaninya naik kereta ataupun naik bis umum.
Disabilitas
Di Taiwan, penyandang disabilitas diberi kemudahan-kemudahan untuk naik kendaraan umum, utamanya kereta dan bis. Ketika ada penumpang berkursi roda, supir bis akan menekan tombol yang membuka pintu dengan alas untuk masuk kursi roda.
Rombongan kecil SMSI yang tengah menyaksikan pembukaan Festival Lampion di Taipei (5/2/2023) bertemu Tilah dan ‘mas bos’ di area kemeriahan festival lampion itu. Meskipun hujan rintik, tak menghalangi mereka naik bis untuk mengikuti pembukaan festival lampion. Tilah begitu sabar dan telaten merawat majikannya.
“Merawat orang seperti yang saya lakukan sekarang memang butuh kesabaran dan tenaga ekstra. Aalhamdulillah, saya sudah terlatih sejak awal,” ungkapnya.
Tilah dan Yuh Sianglin begitu akrab. Pada momen tertentu seperti Tahun Baru Imlek, ia sering diajak wisata bersama ‘mas bos’ dan keluarga.
“Taiwan tempat wisata sangat nyaman, bagus-bagus, indah, tiket dan transportasi nya semuanya terjangkau. Untuk penginapan tinggal pilih sesuai dengan yang kita inginkan, negara Taiwan sangat aman dan bersih,” paparnya.
Kalau diminta memilih tempat wisata di Taiwan, mana yang paling bagus untuk dikunjungi, Tilah kebingungan karena semua tempat wisata di Taiwan menawan. “Di Taiwan banyak tempat wisata yang sangat bagus. Kalau disuruh memilih, sangatlah bingung karena semuanya bagus dan indah, apalagi pasar malam nya, banyak makanan yang enak-enak” ujarnya gembira.
Tilah memang sangat menikmati pekerjaannya. Selain gajinya mencukupi untuk kehidupan keluarganya di Indonesia, hak-haknya sebagai pekerja migran terpenuhi, ia juga bisa memperkenalkan Indonesia kepada ‘mas bos’ dan keluarganya.
Pada liburan tahun 2019 sebelum pandemi, ‘mas bos’ beserta keluarga datang ke Indonesia berkunjung ke tanah Lot, Nusa Dua dan daerah lain di Bali. Dengan kursi rodanya yang khusus itu, Tilah mengawal ‘mas bos’ di Indonesia tidak sendirian.
Ayahanda ‘mas bos’ turut menjaganya sehingga liburan di Indonesia dapat dinikmati Yuh Sianglin sekeluarga. “Saya mau ke Bali lagi,” ujar Luhsiang ketika ditanya kapan ke Indonesia lagi.
Kerja Keras
Apa yang telah dilakukan Tilah merupakan ikhtiar mencari pekerjaan. Baginya, kerja keras itu sangatlah penting. Kerja keras diiringi dengan berusaha dan berdoa. Kerjakeras Titilah sebagai menjadi pekerja migran, akhirnya membuahkan hasil.
Impiannya untuk dapat menyekolahkan anaknya sampai perguruan tinggi tercapai. Tahun 2022, anak sulungnya, Dodik berhasil menjadi sarjana Ilmu Komputer dari Overseas Chinese University (OCU) di Taichung, Taiwan.
Perjalanan hidup Tilah yang inspiratif dan kegiatan sehari-hari pekerjaannya di Taiwan mampu dia tuangkan dalam ‘daily vlog’ melalui YouTube berlabel Titilah Daily Vlog. Sampai hari ini, Tilah tetap terus mengaktualisasi diri dengan membuat vlog kegiatannya sehari-hari yang rata-rata disukai lebih dari seribu like.
Vlog pribadi itu dibuat atas kemauan Tilah untuk mengisi waktu-waktu luang. “Itu keinginan saya sendiri dan tentunya dibantu sama bos saya.. isinya tentang keseharian dan kegiatan saya menjaga ‘mas bos’ saja. Ada juga kanal Youtube Tititilahchanel dengan 287 ribu subscriber yang berisi dokumentasi dirinya bersama ‘mas bos’.
Untuk pengeditan saya cari waktu di sela-sela pekerjaan saya dan waktu di malam hari setelah pekerjaan selesai,” papar Tilah.
Untuk kegiatan membuat vlog di YouTube itu, ia berhasil memperoleh Silver Play Buton dari Youtube. Tilah berharap dengan cerita keseharian yang dia tuangkan dalam vlog YouTube nya dapat memberi gambaran bahwa apapun pekerjaan seseorang kalau dilakukan dengan ikhlas dan tulus tentu akan memberi keberkahan.
Tilah merasa bahagia dan bersyukur bisa mewujudkan impiannya satu per satu untuk membahagiakan keluarga. ”Yang penting kerja keras, berusaha dan berdoa,” pesannya.
Titilah, adalah potret wanita pekerja migran yang gigih ditopang dengan lingkungan kerja, peraturan pekerja migran dan masyarakat Taiwan yang toleran dan bersahabat membuat pekerja seperti Tilah mampu berdaya mewujudkan impian sejahtera bagi kehidupannya.
Banyak pekerja migran lainnya seperti Tilah yang bekerja di berbagai sektor. Taiwan telah menjadi salah satu destinasi utama pekerja migran Indonesia.
Data Otoritas Keimigrasian Taiwan (National Immigration Agency/NIA) per 31 Desember 2022 terdapat 243.795 WNI tinggal di Taiwan dengan rincian 66,9 persen perempuan dan laki-laki 33,1 persen. Sementara dari data Otoritas Ketenagakerjaan (Ministry of Labour/MoL) Taiwan, tercatat 250.114 WNI menjadi pekerja migran Indonesia.
Laporan Retno Intani ZA (Ketua Bidang Pendidikan SMSI Pusat)