Pontianak – Nama Sekda Provinsi Kalimantan Barat, Harisson, terseret kasus tipu gelap Rp1 Miliar yang dilaporkan Sukri ke Reskrimum Polda Kalbar.
Laporan Sukri pada 25 September 2025 yang menyeret nama Harisson tersebut, saat ini telah diproses. Bahkan tim kuasa hukum Sukri sebelumnya telah melayangkan somasi terlebih dahulu.
Bagaimana kasus ini bermula? Ternyata beranjak dari Sukri diarahkan Harisson cs (AM Akip dan H. Yandi) agar tidak menjadi tersangka dalam kasus korupsi perkara Pekerjaan Jalan Tebas Jawai (Sentebang) – Tanah Hitam TA 2019.
Kemudian masalah ini masuk dalam lingkaran Markus (Makelar Kasus) atau orang yang bisa menangani perkara, namun dalam konotasi negatif. Sukri kemudian menyetor Rp1 Miliar kepada AM Akip, mantan Sekda Pontianak.
Uang tersebut diserahkan kepada Akip dalam dua tahap di rumah Akip di Jalan Parit H. Husin 2, Komplek Villa Paris Blok D.18, Kelurahan Bansir Darat, Kota Pontianak. Penyerahan tahap pertama sebesar Rp600 Juta pada awal bulan Juli 2021. Penyerahan tahap kedua sebesar Rp400 Juta pada akhir Juli 2021.
“Klien kami berusaha mendapatkan uang tersebut dengan cara pinjam sana-sini hingga menggadaikan rumahnya,” kata Denie Amirudin SH MHum, Penasihat Hukum Sukri kepada Pontianak Times, Rabu (29/10/2025).
Saat dugaan tipu gelap itu terjadi, kata Denie, Sukri berstatus sebagai tersangka dalam kasus bersama Joni Isnaini cs. Meski telah berkorban uang, faktanya Sukri tetap menjadi tersangka dengan register perkara No. 20/Pid.Sus-PK/2022/PN.Ptk, Juncto No. 5003 K/Pid.Sus/2023.
Sukri sempat divonis bebas di PN Tipikor Pontianak. Di tingkat kasasi 4 tahun dan Peninjauan Kembali dengan vonis 2 tahun. Saat ini Sukri telah selesai menjalankan masa hukuman.
“Kami meminta semua orang yang terlibat dalam kasus yang dilaporkan ke Polda Kalbar itu, bertanggungjawab. Pelaporan ini berkaitan dengan Pasal 372 KHUPidana,” kata Denie yang juga akademisi Fakultuas Hukum Universitas Muhammadiyah ini.
Tangkisan Harisson
Harisson yang dikonfirmasi pontianak times, Rabu (29/10/2025) pukul 15.00 WIB menjelaskan alur kronologi mengapa terjadi proses pelaporan tersebut. Artinya, pria yang kini menjabat sebagai Sekda Provinsi Kalbar ini mengetahui persis peristiwanya. Hanya saja, ia menolak dirinya turut terlibat.
Harisson bahkan menyebut orang yang bertanggungjawab itu adalah H Yandi. “Haji Yandi itu kan kenal baik sama saya. Waktu itu pak Akip ngomong sama Haji Yandi. Ujung-ujungnya kan Haji Yandi ini menyanggupi, dia bilang 1 miliar,” kata Harisson.
Menurut Harisson, uang itu diserahkan dari pak Akip ke Haji Yandi dalam beberapa tahap. Haji Yandi memang dulu terkenal di Polda Kalbar dan dekat sama seseorang di Reskrimsus. “Dia (Yandi,red) ngaku deket sama polisi lah pokoknya,” ujar Harisson.
Harisson juga mengaku dirinya telah mendapat somasi dari pihak pelapor, namun somasi tersebut tidak dijawabnya. “Tidak saya jawab. Kenapa pula saya ya. Saya tidak jawab somasi waktu itu karena memang saya tidak terlibat waktu itu kan yang saya tahu uang itu diserahkan pak Akip ke Haji Yandi. Lalu saya pula yang dituduh mengambil duit itu,” kata Harisson.
Yang jelas, kata Harisson, dirinya tidak memfasilitasi pertemuan untuk pengurusan kasus Sukri. Yang justru menjanjikan itu adalah Haji Yandi. “Die tu, coba lihat sekarang, ndak ade kan sekarang. Menghilang, menghilang, menghilang kan,” tuturnya.
Pernyataan Harisson tersebut langsung dibantah Penasihat Hukum Sukri, Denie Amirudin SH MHum. “Silakan saja mengelak, karena proses pelaporan di Polda Kalbar terus berlanjut. Dari pihak klien kami telah menyebutkan fakta Harisson memfasilitasi dan mengarahkan bahwa kasus korupsi klien kami bisa diselesaikan tanpa sidang,” ujar Denie.
Denie menganggap apa yang telah dilakukan Harisson selaku pejabat publik sangat tidak etis. Apalagi kliennya kala itu dalam kondisi stroke dan secara psikis sedang mengalami labil. “Ini preseden buruk bagi seorang pejabat publik sekelas sekda,” tegas Denie.
Penulis: R. Rido Ibnu Syahrie I Update Berita, ikuti Google News


















