Pontianak. Desain kompetitor untuk menumbangkan pasangan Midji-Norsan pada Pilgub 2024, semakin terang benderang. PDIP dan koalisi Parpol diharapkan menyajikan realitas baru bagi Masyarakat Kalimantan Barat.
Pengamat Politik Ireng Maulana menjelaskan hal tersebut, Selasa (21/5/2024) usai menganalisa bersatunya figur petahana Midji dan Norsan, pasca spekulasi keduanya akan berpisah tak kembali berpasangan.
Menurut Ireng, setelah Midji dan Norsan menyatakan tetap bersama dengan tagline ‘Bersama Lanjutkan’, maka posisi ini akan menjadi magnet tersendiri yang akan menarik minat lebih banyak partai politik untuk mengusung mereka. Alasannya, petahana memiliki pesona kemenangan.
“Pilgub Kalbar 2024 lebih cenderung akan head to head antara petahana dan kandidat yang akan diusung PDIP beserta koalisinya,” ujar Ireng.
Alumnus IOWA United States ini menjelaskan kesepakatan tetap bersama yang dilakukan Midji dan Norsan merupakan langkah maju untuk menguatkan kepercayaan para pendukung. Dengan demikian, psikologis pendukung dan mungkin pemilih setia Midji Norsan semakin percaya diri dan solid sejak awal kompetisi.
Namun dibalik itu, lanjut Ireng, langkah taktis petahana itu menentukan desain kompetitor dari pihak lawan, meskipun petahana selangkah lebih kuat dari penantang.
“Petahana mungkin saja dapat dikalahkan dengan melihat suasana kebatinan masyarakat Kalbar dalam lima tahun terakhir. Desain kompetitor biasanya jawaban lain dari eksistensi petahana selama memimpin,” papar Ireng.
Dengan demikian, kata Ireng, PDIP dan koalisinya bertugas menemukan realitas baru dalam merancang desain kompetitor tersebut, sehingga petahana akan merasakan sedikit rasa takut pada kekalahan dan rasa khawatir.
“Desain kompetitor yang diciptakana harus mampu mengusik eksistensi petahana, dan mengeluarkan petahana dari zona nyaman mereka saat ini,” tegas Ireng yang mendalami disiplin ilmu tentang perang ini.
Menurutnya, soal menang atau kalah adalah takdir, Jika petahana dinilai kuat, maka desain kompetitor mesti lebih tangguh dari spesifikasi elektoral yang dimiliki oleh petahana.
Lasarus
Dari kubu penantang petahana, terdapat Lasarus yang telah santer dan menjadi bahan informasi publik. “Masyarakat menilai Lasarus sebagai seorang kader banteng yang mentereng di Kalbar karena pergaulan level nasional yang dimilikinya,” kata Ireng.
Faktanya memang demikian. Lasarus merupakan Anggota DPR RI yang kembali terpilih pada Pemilu 14 Februari 2024. Lasarus juga memiliki kekuatan logistik yang setara, jaringan pendukung yang prima di timur Kalbar dan kader partai militan di daerah.
“Namun, spesifikasi ini belum cukup tajam tanpa pendamping yang mumpuni, sehingga diyakini akan mampu mengusik kemapanan elektoral petahana yang sudah menguat sebelumnya,” jelas Ireng.
Siapa figur yang layak mendampingi Lasarus? Menurut Ireng, dari pilihan figur pendamping yang sedikit berdasarkan spesifikasi tersebut, maka Lasarus memerlukan figur politisi senior, dikenal di wilayah pesisir, disegani petahana, no drama, jaringan yang kuat di elite dan paling bersih daya tolaknya di publik.
“Barulah pertarungan head to head antara petahana dan penantang akan menemukan titik keseimbangan baru. Petahana akan habis habisan mempertahankan pesona kemenangannya, sedangkan penantang akan puputan menumbangkan eksistensi elektoral petahana,” ujarnya.
Polarisasi 2 Kutub
Pilgub Kalbar 2024 hanya akan menjadi pertarungan head to head dua pasang saja dengan kondisi semua parpol akan terbagi habis di polarisasi dua kutub parpol pengusung untuk petahana dan kandidat dari koalisi PDIP saja.
PDIP hanya memerlukan satu saja kawan koalisi dari parpol bergaris religius untuk memberikan tiket kepada satu pasangan, atau dapat menambah lagi partai dari basis nasionalis demi memperkokoh bangunan koalisi. Sedangkan, sisa partai politik yang tidak merapat ke koalisi PDIP akan tersedot masuk ke koalisi untuk mengusung petahana. Sebagian besar partai politik tersebut memiliki keyakinan mendukung petahana yang berpeluang menang kembali.
Menurut Ireng, polarisasi ini menutup koalisi parpol yang mau mengusung penantang tambahan. Indikator lainnya, belum ada keterlibatan kelompok pemodal kuat atau elite berpengaruh yang tidak menghendaki majunya petahana atau kandidat dari koalisi PDIP, sehingga diperlukan penantang tambahan.
“Skenario tersebut tidak mengubah konstelasi elektoral jika penantang tambahan tidak memiliki spesifikasi setara seperti kandidat dari koalisi PDIP atau petahana,” kata Ireng.
Jika tidak menghendaki petahana terpilih kembali, lanjut Ireng, maka kelompok berpengaruh tadi hanya perlu membackup serius pasangan dari koalisi PDIP untuk menang, atau sebaliknya. Terlebih lagi, munculnya penantang tambahan akan mendapat reaksi sinis dari publik pemilih sebagai boneka. “Makanya penantang tambahan selain dua pasang itu tidak lagi relevan,” ujarnya.
Ujian Kedewasaan
Pertarungan head to head sangat penting, karena memastikan arah dukungan elit dan keputusan publik di level bawah dalam menguji kedewasaan berpolitik yang selama ini dikenal mempolitisasi sentimen etnis dan kesukuan.
“Kita ingin menguji polarisasi pilihan ini apakah menghasilkan persaingan politik gagasan atau justeru memperkuat politisasi etnis yang berulang setiap pemilihan,” kata Ireng.
Dijelaskan dia, pertarungan head to head harus menjadi peristiwa politik monumental karena elit dan masyarakat untuk pertama kalinya bersama-sama mendorong politik gagasan sambil mereduksi residu sentimen etnis.
“Eksperimen demokrasi melalui kompetisi head to head ini adalah jalan baru untuk meningkatkan kualitas demokrasi di daerah. Oleh karena itu, petahana maupun kandidat dari koalisi PDIP sebaiknya menyiapkan gagasan terbaik mereka untuk di pertengkaran di muka publik,” kata Ireng.
Editor: R. Rido Ibnu Syahrie I Update Berita, ikuti Google News