Sambas. Bertahun-tahun warga Dusun Sintete Desa Singaraya Kecamatan Semparuk Kabupaten Sambas menantikan jalan layak, namun tak kunjung terlaksana. Pemerintah pusat, Pemprov dan Pemkab Sambas lepas tangan. Warga pun akhirnya ramai-ramai protes.
Sejak Senin (27/12/2021), puluhan poster dan spanduk bertebaran di ruas jalan yang rusak sepanjang lebih kurang 2 kilometer tersebut. Jalan menuju objek penting berupa pelabuhan itu kondisinya memang rusak parah. Jika kemarau, warga dan pengguna jalan harus siap-siap bernapas dalam pekatnya debu. Saat hujan, lubang dipenuhi air dan becek.
Wajar jika masyarakat protes dengan status jalan yang tergantung tanpa ada yang bertanggungjawab. “Telat bayar pajak didenda, Jalan rusak dibiarkan. Mohon Maaf Jalan Ini Sedang Perbaikan, Tapi Boong. Selamat, Anda Memasuki Kawasan Jalan Wisata,” demikian tulisan spanduk yang terpasang bersama belasan puluhan spanduk lainnya yang dibuat sederhana menggunakan potongan bahan vinyl dan cat minyak.
Protes beradab yang dimotori generasi milenial ini juga memanfaatkan media sosial untuk melakukan penggalangan. Rian, Alumni SMA Negeri 1 Semparuk mengunggah foto-foto dan video dalam akun media sosial miliknya. Akun ini melalui video yang sudah dishare 208 kali, telah menunjukkan kondisi jalan sesungguhnya dan membuat aksi solidaritas terbangun.
Dalam postingan Rian dijelaskan bahwa masyarakat tidak meminta pengakuan, tetapi hanya ingin sebuah perubahan. Sambas Berkemajuan yang selama ini digembar-gemborkan adalah hoaks. “Tetap lakukan aksi demi sebuah mimpi. Perlahan bangkit dari keterpurukan. Jadilah orang baik meski sulit,” ujar Rian.
Status ini mendapat respon banyak. Termasuk komentar bernada sarkasme atas pohon pisang yang sengaja ditanam di tengah jalan sebagai bentuk protes. “Banyak-banyak tanam batang pisang d jalan. Kalau berbuah dijual dan duitnya untuk beli aspal,” kata Abas Salimi dalam akun sosial medianya, membalas postingan Rian.
Akun Roma Dhona Nayasilana justru menyoroti soal Pelabuhan Sintete yang memiliki andil dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk Pemkab Sambas. Ia juga meminta respons dari Bupati Sambas. “Batoleklah jalan ye, pelabuhan sintete ye kan pemasukan PAD buat sambas, bile kite nak maju jalan untuk pemasokan daerah mun ancor macam geye. Daan suah ke ape pak bupati ninjaunye ye, atau daan teliat kali beliau ye,” ujar dia.
Sebelumnya, persoalan jalan menuju Pelabuhan Sintete itu telah dibahas dalam zoom meeting oleh Kepala Kantor Wilayah DJKN Kalimantan Barat, Edward UP Nainggolan. Edward memimpin rapat virtual itu, Rabu (10/03) dihadiri Kepala Dinas PUPR Kabupaten Sambas, Sabib dan Kepala Dinas PUPR Provinsi Kalimantan Barat, Ari Yanuarif.
Jalan yang juga menjadi penunjang aktivitas ekonomi ini belum dapat dipastikan pihak mana yang mencatat dan bertanggungjawab untuk melakukan pemeliharaan. Pihak Pemkab Sambas menyatakan ruas jalan awalnya berstatus jalan provinsi. Namun kemudian dikeluarkan dari catatan aset provinsi. Celakanya, belum dicatat sebagai aset Pemkab Sambas.
Dalam rapat virtual itu diketahui bahwa pada tahun 2017 sudah diajukan menjadi jalan nasional. Tetapi tersandung belum pembebasan lahan dan memerlukan biaya cukup besar. Hal ini yang menjadi dalih Pemkab Sambas tidak melakukan perbaikan.
Demikian halnya pihak Pemprov Kalbar tetap bersikukuh tak mau tau soal jalan itu karena masuk kategori jalan tanpa status sejak tahun 2014. Dalam rapat itu disinggung tentang peran Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Sintete yang turut memanfaat akses jalan. KSOP Sintete telah meminta bantuan PT. Pelindo II namun gagal. Padahal Pelindo II telah mendapat mandat berupa kerjasama pemanfaatan dari pemerintah pusat untuk mengelola Pelabuhan Sintete.
- Penulis : R. Rido Ibnu Syahrie