Pontianak. Sejak vonis bersalah 30 Maret 2008, Lim Kiong Hin (LKH) alias Aheng menghindar dari jerat hukum penjara 5 tahun dan menjadi buronan. Pelarian debitur nakal yang mengemplang dana BNI Rp16 Miliar lebih ini terhenti. Ia diringkus Tim Tangkap Buron (Tabur) Kejati Kalbar.
Kepala Kejaksaan Tinggi Kalbar DR Masyhudi SH MH melalui Asisten Intelijen Kejati Kalbar Taliwondo SH MH kepada pontianak-times.co.id, Selasa (29/3/2022) menjelaskan pihaknya bekerjasama Kejati Bengkulu telah mengamankan Aheng, Senin (28/3/2022) sekitar pukul 11.15 WIB.
“Saat ini terpidana masih berada di Bengkulu dan menunggu jadwal penerbangan menuju pontianak. Rencananya akan tiba di pontianak besok, Rabu 30 Maret 2022 sekitar pukul 14.00,” kata Taliwondo seraya menyebutkan penangkapan tersebut telah dirilis Kapus Penkum Kejagung RI.
Penangkapan LKH alias Aheng ini berdasarkan Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dikeluarkan Kejati Kalbar. Aheng disergap Tim Tabur Kejati Kalbar dan Kejati Bengkulu di rumah kontrakan Jalan Pasar Ipuh, Medan Jaya, Kecamatan Ipuh, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu. Sehari kemudian, Aheng dibawa ke Kota Bengkulu untuk selanjutnya diamankan di Kantor Kejati Bengkulu.
Aheng merupakan terpidana kasus korupsi kredit macet pada PT Bank BNI Cabang Pontianak Tahun 2001 sebesar Rp16.448.000.000. Bermula ketika ia selaku Komisaris dan kuasa Direktur PT Sinar Kakap pada 7 Juni 2001 bersama-sama M Farid A selaku Accounting Manager PT Sinar Kakap, mengajukan kredit modal kerja ke Bank BNI Cabang Pontianak sebesar Rp4,5 Miliar dan kredit modal kerja sebesar Rp500 Juta.
Perusahaan tersebut menyertakan data legalitas perusahan, daftar rencana investasi berupa pembangunan pabrik pengolahan hasil laut sebesar Rp5.162.750.000,- dan pembangunan pabrik es kapasitas 60 ton/hari sebesar Rp2.810.000.000,-
Aheng membuat invoice dan kuitansi fiktif untuk membuktikan seolah-olah pembiayaan sendiri oleh PT Sinar Kakap yang nilainya telah di mark up antara lain Invoice dari Kwang Tai Refrigenerator dan 4 kwitansi dari PT Era Teknik. Data tersebut disampaikan kepada Agus Wibowo dan Alih Swasono selaku Penyelia Pemasaran Bisnis Bank BNI Cabang Pontianak.
Selanjutnya verifikasi fisik barang dengan cara mendatangi Pabrik Pengolahan Udang PT Sinar Kakap. Pada 10 Agustus 2001, permohonan fasilitas kredit disetujui BNI Cabang Pontianak.
Pada 16 November 2001, Aheng mengajukan permohonan tambahan fasilitas kredit modal kerja sebesar Rp2 Miliar dengan jaminan kapal kargo Bali Express senilai Rp900 Juta yang kemudian dinaikkan nilai jaminannya sebesar Rp2,4 Miliar.
Pada 25 Januari 2002, Aheng kembali mengajukan permohonan tambahan fasilitas kredit modal kerja transaksional kepada Bank BNI Cabang Pontianak sebesar Rp1.350.000.000. Kemudian pada 11 April 2002 kembali mengajukan permohonan tambahan fasilitas kredit modal kerja kepada BNI Cabang Pontianak sebesar Rp8 Miliar.
Kesalahan Fatal
Setelah memeroleh dana dengan total Rp16 Miliar lebih tersebut, Aheng melakukan penyalagunaan atas pemberian fasilitas kredit dari BNI Cabang Pontianak tanpa persetujuan pejabat Bank terkait. Aheng menggunakan kredit itu bukan untuk meningkatkan target penjualan, tetapi fasilitas kredit modal kerja tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi Aheng.
Hal ini bertentangan dengan Buku Pedoman Kebijakan Prosedur Kredit Wholesale dan Middle Market I Bab II Sub Bab H Sub Bab 03. Akibat perbuatan Aheng dan M Farid A menyebabkan Bank BNI Cabang Pontianak mengalami kerugian sekitar Rp16.448.000.000.
Aheng menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Pontianak. Di tingkat banding Pengadilan Tinggi Pontianak dinyatakan bersalah melalui putusan Nomor 30/PID/2008/PT.PTK tanggal 30 Maret 2008. Ia dijatuhkan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp100 Juta subsider 6 bulan kurungan dan diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp16.448.000.000 dengan ketentuan apabila uang pengganti tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun.
Aheng melakukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun upaya ini kandas lantaran MA menolak permohonan kasasi pada 2009. Demikian pula upaya Peninjauan Kembali (PK) pada 2013 juga tidak dikabulkan.
Lim Kiong Hin alias Aheng terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi melanggar kententuan Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 ayat (2), (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. (rdo)