Home / Birokrasi

Sabtu, 2 April 2022 - 18:07 WIB

Revisi UU dan Permudah Izin Praktek Dokter

Yasonna H Laoly, Menteri Hukum dan HAM ketika diperiksa kesehatannya oleh Dokter Terawan

Yasonna H Laoly, Menteri Hukum dan HAM ketika diperiksa kesehatannya oleh Dokter Terawan

Jakarta. Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan Indonesia kehilangan devisa triliunan rupiah karena terdapat dua juta masyarakat berobat ke luar negeri setiap tahun. Untuk itu perlu revisi Undang-Undang tentang Kedokteran.

Revisi UU itu untuk penguatan sistem kedokteran agar lebih baik dalam memberi pelayanan kepada masyarakat. “Saat pelayanan semakin baik, maka masyarakat tidak perlu lagi pergi ke luar negeri untuk berobat,” kata Yasonna, Jumat (1/4/2022).

Hal lainnya, kata Yasonna, untuk memudahkan WNI yang menempuh studi kedokteran di luar negeri membuka praktik di Indonesia. Berdasarkan informasi yang diperoleh, banyak keluhan dari WNI yang studi kedokteran di luar negeri, sulit mendapat izin praktik di Indonesia.

“Ada orang Indonesia yang studi kedokteran di Rusia tapi susah praktik di Indonesia. Ini yang harus dipermudah prosesnya, karena Indonesia membutuhkan banyak dokter. Prosesnya dipermudah, jangan berbelit-belit, apalagi dipersulit,” ujarnya.

Baca juga:  Publik Menguji, Sutarmidji Siap Hadir

Ketua Bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan DPP PDI Perjuangan tersebut mengatakan, Presiden Joko Widodo sangat serius menyiapkan generasi emas meyongsong 100 tahun Indonesia pada 2045. Salah satu upayanya adalah dengan mengajak anak-anak Indonesia yang berprestasi di segala bidang, di antaranya kedokteran, untuk kembali ke Tanah Air dan mengamalkan ilmunya.

Para WNI yang menempuh studi kedokteran di luar negeri harus melakukan penyetaraan ijazah serta mengikuti prosedur Konsil Kedokteran Indonesia dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Rata-rata memerlukan waktu satu hingga dua tahun untuk menuntaskan semua prosedurnya, dan pastinya membutuhkan biaya. “Tapi bagaimana mereka mau mengabdi di Indonesia, jika prosesnya dipersulit,” ucapnya.

Kerangka berpikirnya, kata dia, seharusnya bagaimana menjaga akses layanan kedokteran yang mudah dan murah untuk masyarakat. Indonesia membutuhkan banyak dokter dan masyarakat perlu layanan yang mudah dan murah,” ujar Yasonna.

Baca juga:  Blangko KTP Sambas Habis, Antrean Membeludak

Izin praktik kedokteran terdiri dari Surat Tanda Registrasi (STR) serta Surat Izin Praktik (SIP), serta diatur dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran (UU 29 tahun 2004). Untuk mendapatkan STR, seorang dokter harus memiliki sertifikat kompetensi yang menjadi kewenangan organisasi profesi, yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Sedangkan untuk mendapatkan SIP, seorang dokter harus memiliki rekomendasi organisasi profesi dari IDI, dan harus diperpanjang setiap lima tahun. Apabila seorang dokter tidak menjadi anggota IDI atau dicabut keanggotaannya dari IDI, maka dokter tersebut bakal kesulitan mendapat rekomenasi untuk persyaratan mendapatkan izin praktik (SIP).

“Jangan sampai ada dokter yang bagus pelayanannya, dan sudah melayani masyarakat secara luas, tapi kesulitan praktik karena terganjal aturan atau dipersulit. Jangan sampai keputusan kemanusiaan berpihak pada industri, kedokteran harus mengutamakan kemanusiaan, bukan bisnis,” ucap Yasonna. (r-kumham/2)

Share :

Baca Juga

Jamras

Birokrasi

Gubernur Kalbar Diminta Tolak Sumastro
Aulia Candra

Birokrasi

Gubernur Tunjuk Aulia Pj Sekda Singkawang
Grafik penyebaran Covid-19 di Kota Pontianak per 23 Juni 2021.

Birokrasi

Sehari 6 Nyawa Hilang di RSUD Pontianak
Pelantikan Pejabat Kemenkumham Kalbar

Birokrasi

Tito Lantik 22 Pejabat Baru Kemenkumham Kalbar
Masyarakat menggunakan alternatif jalan komplek perumahan akibat penyekatan PPKM di Kota Pontianak. foto: dok

Birokrasi

GMNI Minta Pemkot Atasi Dampak PPKM
Pj Walikota Singkawang

Birokrasi

Sutarmidji Harus Kirim Nota Keberatan
pontianak-times.co.id

Birokrasi

Ditsamapta Polda Kalbar Raih Penghargaan
Hari Bhakti Imigrasi 73

Birokrasi

Upacara dan Syukuran Hari Bhakti Imigrasi 73
error: Content is protected !!