Sambas. Potensi ekonomi desa di Kabupaten Sambas, sangat berlimpah. Hal itu terlihat dari sajian data produk unggulan dan kearifan lokal secara turun temurun.
Demikian dikemukakan Drs Alkap MSi, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Sambas, Sabtu (12/10/2025) saat menjadi pembicara pada Pelatihan Jurnalistik Aparatur Desa. Palatihan ini diselenggarakan Kampung Borneo bekerjasama dengan DPD APDESI Provinsi Kalbar.
Menurut Alkap, untuk mengetahui secara ilmiah tentang produk unggulan memerlukan riset. Namun, bisa juga menggunakan kearifan lokal dan daerah yang telah lama menjadi ikon. “Misalnya saja, apabila kita menyebut desa wisata di Kabupaten Sambas, maka yang terucap adalah Jawai Selatan dan Temajuk,” ujar Alkap.
Pernyataan Alkap itu sekaligus menjawab pertanyaan dari Aang, salah seorang peserta pelatihan yang juga Kasi Kesra Desa Tanjung Keracut Kecamatan Teluk Keramat.
“Demikian pula ketika ada yang menanyakan untuk keperluan akikah berupa hewan kambing. Maka masyarakat kita spontan menjawab ada di Selakau,” lanjut Alkap dalam pelatihan hari kedua via zoom meeting.
Alkap yang tampil membawakan materi seputar upaya ‘Menggali Potensi Desa Menuju Desa Berkembang, Maju dan Mandiri’ ini memaparkan potensi utama perikanan berada di Kecamatan Paloh, Selakau dan Pemangkat.
“Teluk Keramat identik dengan buah salak. Untuk souvenir, kerajinan tangan, anyaman, adalah Kecamatan Sejangkung. Rotan ada di Sejangkung. Sedangkan Kecamatan Sajad khusus kain tenun khas sambas,” kata Alkap.
Ubur-ubur Meredup
Hendra, Aparatur Desa Temajuk Kecamatan Paloh melontarkan pertanyaan soal potensi hasil perikanan yakni ubur-ubur. “Potensi ubur-ubur tersebut termasuk langka. Namun sekarang meredup,” kata Hendra.
Menurut Hendra, minat orang untuk menjadikan ubur-ubur sebagai komoditi juga semakin berkurang. Alasan utama adalah harga murah, dan sulit mencari penyuplai maupun pembeli dari luar. “Mengapa sulit untuk terangkat dan dipandang sebelah mata,” tanya Hendra.
Terkait hal ini, Alkap menjelaskan memang masyarakat pada bulan Maret hingga Mei fokus menangkap dan mengolah ubur-ubur menjadi produk makanan. “Beberap tahun terakhir ini terkendala produksi, dan pembeli dari luar sulit,” ujar Alkap.
Alkap menerangkan kondisi itu tidak terlepas dari intervensi kebijakan tentang ketatnya pengawasan di wilayah perbatasan. “Pembeli dari luar berpikir dua kali untuk membeli produk olahan ubur-ubur. Hal itu tergantung kebijakan di tingkat nasional,” kata Alkap.
Penulis: R. Rido Ibnu Syahrie I Update Berita, ikuti Google News


















