Partai Golkar baru saja merayakan ulang tahun ke 58. Pengurus berbagai tingkatan, kader, simpatisan dan masyarakat pendukung begitu solid. Tiba-tiba saja datang Go-Anies, sebuah ujian kerikil kecil kembali datang.
Golkar digoyang itu sudah biasa, bahkan telah berulangkali dan tidak membuat partai berlambang beringin ini meranggas, apalagi kerdil. Ombak terbesar ketika dualisme partai mampu dilewati. Tak terhitung riak-riak kecil dari internal maupun eksternal partai.
Biasanya ujian-ujian tersebut datang menjelang peristiwa politik besar di Indonesia. Sebagai partai tua yang telah mewarnai dinamika politik di Indonesia, tentu saja membuat semakin matang hingga pada Pilegislatif 2019 mampu bertengger di urutan nomor dua dengan perolehan suara memenuhi ambang batas.
Soal Presidential Threshold (PT), Golkar juga di ururan kedua dengan prosentase 14,78 persen. Berarti hanya sedikit saja untuk mencapai posisi aman di 20 Persen atau 25 persen dari total Anggota DPR-RI. Pada 2019 memang terjadi penurunan dibandingkan Pemilu 2004 awal reformasi yang memposisikan Golkar sebegai pemenang.
Tekad inilah yang sering digaungkan bahwa Golkar akan mengulang sukses siklus 20 tahunan pada Pemilu Serentak 2024. Sangat wajar jika Presiden Joko Widodo menjelaskan Golkar banyak makan asam garam dalam perpolitikan Indonesia.
Pernyataan Jokowi dalam sambutannya di malam puncak HUT 58 Golkar di Hall C Jiexpo Kemayoran Jakarta Pusat, Jumat (21/10/2022) itu sekaligus harapan agar Golkar bersikap cermat, teliti, hati-hati dan tidak sembrono dalam mendeklarasikan Capres-Cawapres 2024.
Momentum HUT Golkar 58 telah memunculkan semangat baru di kalangan pengurus, kader, dan simpatisan termasuk ormas pendiri dan yang didirikan partai.
Bagi lawan politik mulai ada yang memanfaatkan momentum tersebut. Salah satunya dengan deklarasi Go-Anies yang seolah-olah membawa figur muda Golkar, lengkap dengan atribut warna khas Golkar yakni kuning.
Seperti diketahui, Anies Baswedan menjadi andalan Partai Nasdem (pemilik PT 10,26 Persen) yang sudah dideklarasikan. Pengendali Nasdem adalah Surya Paloh yang juga akademia dari Partai Golkar.
Sedangkan inisiator Go-Anies adalah Sirajuddin Abdul Wahab yang mengklaim masih kader Golkar, namun tidak masuk hitungan di internal partai, maka layaklah disebut kerikil kecil.
Jangankan sekelas Sirajuddin. Ketika badai besar dualisme kepengurusan Agung Laksono dan Aburizal Bakrie (ARB), malah berhasil dilewati.
Pemilih Golkarpun masih relatif stabil, hanya merosot sedikit saja. Yang ada hanyalah upaya partai lain menampung para veteran Golkar yang tidak betah di habitatnya.
Kondisi ini seolah menjadi tradisi. Misalnya saja historis Surya Paloh sebagai kader yang sempat menjadi musuh bebuyutan ARB di suksesi Golkar 2009. Setelah kalah, lantas mendirikan Nasdem pada 11 November 2011.
Sikap DPP Golkar dengan kehadiran Go-Anies yang dideklarasikan, Minggu (23/10/2022) di Hotel Bidakara Jakarta, memang disikapi biasa saja. Sebab, dianggap sekelas relawan yang mendompleng kebesaran kuning.
Ketua DPP Golkar Meutya Viada Hafid menggarisbawahi tidak ada atribusi dalam relawan tersebut dan tidak ada irisannya dengan Partai Golkar.
Yang pasti, sikap Golkar menjelang Pilpres 2024 telah ditunjukkan melalui pembentukan koalisi Parpol bersama PAN dan PPP bernama Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).
Koalisi ini telah melampaui 25 persen suara atau 20 persen PT dan dapat mengajukan satu pasangan Capres dan Cawapres.
Ketegasan sikap itu dikemukakan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dalam pidato HUT 58 Golkar bahwa Golkar bersama PAN dan PPP sudah punya tiket untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden. Ibarat nonton bola, tiketnya premium. Tetapi jika dibantu teman-teman pimpinan Parpol lain, maka akan menjadi VIP.
Secara jelas, Airlangga mengutamakan kesamaan visi untuk transformasi mencapai kesejahteraan rakyat. KIB memiliki platform politik ingin menyatukan dan mengakhiri polarisasi politik yang memecah belah masyarakat demi kepentingan sesaat.
Penulis: R. Rido Ibnu Syahrie