Pontianak. Tertatih-tatih dalam mewujudkan sebuah Perguruan Tinggi (PT) pertama di kabupaten paling utara di Kalimantan Barat. Beberapa kali ganti nama, Institut Agama Islam Sultan Muhammad Tsafioeddin (IAIS) Sambas saat ini ingin menjadi perguruan tinggi negeri dan mengharap dukungan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.
“Kami sudah menyampaikan dokumen-dokumen progress penegerian IAIS kepada Ketua DPD RI dalam pertemuan di Pontianak,” kata H Abu Bakar, Ketua DPRD Kabupaten Sambas usai bertemu Ketua DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti di Focus Group Discussion (FGD) dengan Tema Amandemen ke-5 UUD 1945 Presidential Threshold dan Calon Independen di IAIN Pontianak, Rabu (27/10).
Abu Bakar bersama Rektor IAIS Sambas, H Jamiat Akadol langsung bertemu La Nyalla, mengharapkan DPD-RI membantu percepatan penegerian IAIS Sambas. Penyerahan dokumen tersebut disaksikan langsung Gubernur Kalbar dan beberapa Senator dari luar Kalimantan Barat.
Menurut Abu, lembaga legislatif mendukung penuh upaya penegerian itu dan selalu berkomunikasi pihak IAIS untuk mematangkan tindak lanjut penegerian. “Pada prinsipnya, kami legislatif mendukung penuh langkah ini agar pendidikan di Kabupaten Sambas semakin maju, SDM kita juga bisa mendapatkan pendidikan berkualitas,” terang Abu.
Rektor IAIS Sambas, Jamiat Akadol merasa bersyukur dapat menampaikan dokumen progress penegerian IAIS Sambas itu ke DPD-RI. “Pertemuan tersebut merupakan kemudahan dari Allah Subhanahu Wata’ala. Kami optimis penegerian itu semakin berproses cepat,” kata Jamiat.
Dikatakan Jamiat, semua tahapan mendapatkan perhatian dan dukungan banyak pihak. Termasuk momentum dengan Ketua DPD RI, dimanfaatkan pihak IAIS Sambas dan Yayasan untuk mendapatkan dukungan. “Alhamdulillah, Bupati Sambas, Ketua DPRD, pihak yayasan hingga seluruh komponen masyarakat, memberikan perhatian dan dukungan yang besar,” kata Jamiat.
Sejarah Berliku
Sejarah berdirinya IAIS Sambas cukup berliku. Perguruan tinggi pertama kali di Kabupaten paling utara di Provinsi Kalbar ini didirikan pada 1 Juli 2004. Awalnya bernama Sekolah Tinggi Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin (STAIS) Sambas. Proses ini tidak terlepas dari inisiatif Munawar yang merupakan akadeisi STAIN Pontianak.
Ia bersama Burhanuddin A. Rasyid yang waktu itu menjadi Bupati Sambas terus berkolaborasi untuk mewujudkan perguruan tinggi tersebut. Di tahun 2003 hanya berupa aktivitas perkuliahan jarak jauh dari Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI) Jurusan Dakwah STAIN Pontianak. Munawar menggandeng Departemen Agama dan Pemerintah Kabupaten Sambas.
Selanjutnya Burhanuddin membentuk tim persiapan yang kemudian terbentuk STAIN Basuni Imran Sambas pada 8 Maret 2004. Namun, soal nama kembali ke STAIS Sambas dan sejak saat itu disepakati berada dibawah Yayasan Pendidikan Islam Syafiuddin (YAPIS) Pontianak.
Pada 1 Juli 2004, STAIS Sambas secara resmi berdiri melalui Surat Keputusan (SK) Ketua YAPIS Pontianak dan terdaftar berdasarkan Rekomendasi Kopertais Wilayah XI Nomor Kop.Wil.XI/PP.03.2/48k/2004. Munawar kemudian menjadi Ketua STAIS Sambas, Suyadi Widjaya sebagai Ketua Badan Penyelenggara Pendidikan dan Burhanuddin A. Rasyid sebagai Pelindung dengan Ketua Pengawasnya dari pihak yayasan, Hasan Kamaruddin.
Dua tahun kemudian, STAIS Sambas bermatomorfosis menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas. Hal ini dipengaruhi oleh keharusan izin operasional. Selanjutnya Jamiat Akadol menggantikan posisi Munawar.
Penulis: Muhammad Ridho I Editor: R. Rido Ibnu Syahrie