Pontianak. Ketidakhadiran Gubernur Kalbar H Sutarmidji saat paripurna pemberhentian jabatan di DPRD Provinsi Kalbar, dianggap membuka ruang perselisihan dengan parlemen.
Demikian dijelaskan Pengamat Politik Ireng Maulana kepada pontianak-times.co.id, Minggu (30/7/2023) menyikapi tidak hadirnya Sutarmidji dalam Rapat Paripurna, Kamis (27/7/2023) di DPRD Provinsi Kalimantan Barat.
Menurut Ireng, tindakan itu memperkuat Sutarmidji sebagai aktor politik rasional yang hanya memiliki dua pilihan yakni mengambil resiko, atau menjauhi resiko.
“Sutarmiji lebih memilih menghadiri acara ulang tahun Cornelis di Landak, dan tidak hadir pada acara paripurna dewan di hari yang sama, telah menunjukkan jika dirinya mengambil resiko dengan membuka ruang perselisihan terhadap anggota DPRD Provinsi Kalbar,” kata Ireng.
Seharusnya, kata Ireng, Anggota DPRD Provinsi Kalbar murka berjamaah atas tindakan yang terkesan tidak memberikan muka kepada anggota parlemen terhormat itu. Memang tidak terdengar banyak kemarahan dari dalam gedung parlemen atas perlakuan ini.
“Mungkin saja sutarmidji sudah tahu kualitas nyali para anggota DPRD Provinsi Kalbar sehingga tidak takut untuk balik badan dan memilih tidak hadir. Makanya dia membuat gara-gara,” kata Ireng.
Namun demikian, Ireng yang juga alumnus IOWA University Amerika Serikat ini menjelaskan sikap Sutarmidji dapat dikatakan contempt of parliament, karena menandakan rendahnya penghormatan kepada institusi parlemen di daerah.
“Sedikit sekali yang merasa tersinggung dan merespon keras situasi yang tidak elegan itu. Barangkali, anggota dewan propinsi kita tidak memandang serius posisi mereka, dan merasa tidak punya cukup power di hadapan kepala daerah seperti Sutarmidji,” jelas Ireng.
Ireng menjabarkan analisa lainnya dari ketidakhadiran Sutarmidji saat paripurna pengumuman pemberhentian Sutarmidji-Norsan yang segera pensiun per 5 September 2023 itu. “Ada persitiwa politik yang unik. Para Dewan seolah inferior di hadapan eksekutif daerah,” papar Ireng.
Padahal, kata dia, wibawa kekuasaan legislatif melekat pada mereka. Tetapi, melalui kejadian ini, Sutarmidji memperlakukan anggota parlemen seperti second commitment, yang hanya perlu diwakilkan kehadirannya oleh pejabat Eselon I.
Kekuasaan Eksekutif
Demokrasi membagi cabang kekuasan antara eksekutif dan legislatif supaya terjadi mekanisme check dan balances di daerah. Sutarmidji sebagai Gubernur Kalbar Periode 2018-2023 menunjukkan kekuasan eksekutif lebih besar. Sedangkan legislatif daerah seolah tidak dapat berbuat banyak dalam relasi kekuasan itu.
“Kita membayangkan, jika anggota parlemen propinsi hanya dapat bereaksi pasif ketika wajah kehormatan institusi mereka tidak dianggap. Kita patut menduga tekanan politik untuk perbaikan persoalan yang disuarakan anggota DPRD Provinsi Kalbar kepada eksekutif daerah, hanya utopis,” papar Ireng.
Perlakuan Sutarmidji terhadap DPRD Kalbar di sisa masa jabatannya dianggap tidak akan berdampak apapun pada citra dirinya. Bahan, dengan kehadirannya ke acara ulang tahun salah satu tokoh senior politik Kalbar, Cornelis, justru memberikan tambahan insentif politik. “Insentif baik untuk kelompok pendukung yang tidak beririsan dengan identitas Sutarmidji,” jelas Ireng.
Ireng mewanti-wanti agar relasi kekuasan itu tidak hanya sekadar posisi tawar antara eksekutif dan legislatif daerah. “Mereka juga harus memperhatikan sudah sejauh mana relasi tersebut berkontribusi pada perbaikan kehidupan rakyat Kalbar,” kata Ireng.
Sempat Interupsi
Rapat Paripurna Pengumuman Pemberhentian pasangan Sutarmidji-Ria Norsan, Kamis (27/7/2023) telah teragendakan jauh hari dalam Banmus DPRD. Parpurna dipimpin Ketua DPRD Provinsi Kalbar M Kebing.
Dalam agenda itu terdapat penandatangan secara resmi yang harus dilakukan gubernur. Namun kehadiran gubernur diwakilkan oleh Sekda Kalbar, Harrison. Wagub Ria Norsan juga berhalangan hadir karena menjemput kedatangan jamaah haji.
Hanya ada tiga anggota DPRD Provinsi Kalbar yang interupsi saat paripurna berlangsung. Mereka adalah Martinus Sudarno, H Subhan Nur dan Miftah.
Martinus dan Subhan Nur menganggap ketidakhadiran Sutarmidji itu tidak beretika. Padahal penjadwalannya melalui Badan Musyawarah (Banmus) DPRD telah lama diketahui. “Pak Sekda mohon penjelasan, mengapa gubernur tidak hadir,” ujar Subhan Nur.
Sedangkan Miftah justeru sedikit membela atas ketidakhadiran itu. Menurutnya, gubernur tak hadir pun tidak apa-apa dan pengumuman pemberhentian gubernur dan wagub dari jabatannya karena selesai periodisasinya, tetap harus dijalankan.
41 kali Tak Hadir
Sementara itu, data dari kesekretarian Dewan mengungkapkan Sutarmidji tidak hadir sebanyak 41 kali paripurna dalam tiga tahun terakhir ini. Kepala daerah yang akrab disapa Bang Midji ini sering tidak hadir dalam paripurna yang dilangsungkan di Gedung DPRD Provinsi Kalbar.
“Kami itung sudah ada 41 kali tidak hadir selama tiga tahun terakhir ini atau sejak 2020,” ujar salah seorang sumber yang enggan disebutkan namanya.
Absennya Sutarmidji dalam setiap rapat paripurna itu, termasuk saat pembahasan anggaran. Gubernur selalu diwakilkan oleh Sekda atau pejabat eseleon I lainnya.
Sutarmidji di hari yang sama memosting fotonya di akun fanpage resminya dengan caption, “Setelah menyusuri jalan provinsi di KKU dan Ketapang selama tiga hari, pulang kami sempat singgah di Ngabang untuk mengucapkan selamat ulang tahun bapak Drs Cornelis MH yang berusia 70 tahun.
“Selamat ya pak, sehat selalu bersama keluarga, pengabdian bapak sangat dibutuhkan untuk kemajuan Kalbar khususnya dan Indonesia umumnya,” ujar Sutarmidji.
Ia juga memajang fotonya bersama Cornelis dan istri beserta keluarganya, termasuk anaknya, Karolin Margret Natasa yang juga mantan Bupati Landak yang sekarang menjabat Sekretaris DPD PDI Perjuangan Provinsi Kalbar.
Penulis: R. Rido Ibnu Syahrie
Update Berita, ikuti Google News