Jakarta. Massa yang tergabung dalam Poros Pelajar Nasional melakukan aksi di depan Gedung DPR RI. Mereka menuntut penundaan pembahasaan Rancangan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) 2022, Kamis (1/9/2022).
Poros Pelajar Nasional merupakan gabungan dari organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII), Pelajar Al-Washliyah (IPA), Serikat Pelajar Muslimin Indonesia (Sepmi) dan beberapa siswa STM. Mereka juga menuntut agar RUU Sisdiknas tidak dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
“Kami mendesak agar Baleg (Badan Legislasi) DPR RI menunda pembahasan RUU Sisdiknas karena didalamnya ada pasal dimana mengkomersilkan pembayaran sekolah,” kata Darda Sungkar seorang pelajar STM yang juga Kader PII.
Menurut Darda, semakin tingginya potensi komersialisasi dalam dunia pendidikan maka dikhawatirkan akan semakin banyaknya anak anak yang putus sekolah.
“Salah satu penyebab banyaknya angka putus sekolah dikarenakan masalah finansial. Jika RUU Sisdiknas disahkan, maka para pelajar belum tentu mampu untuk membayar biaya pendidikan,” terang Darda.
Ketua Umum PW PII Jawa Barat Mohammad Haikal Abrori menilai pengawalan RUU Sisdiknas harus terus berlanjut agar muatannya dapat mengakomodir semua pihak. “RUU Sisdiknas ini perlu kita kawal lebih intens lagi mengingat RUU Sisdiknas ini menghambat terwujudnya pendidikan yang demokratis,” ujar Haikal.
Aksi, kata Haikal, tidak bisa berhenti. Perlu ada tindakan pengawalan yang berkelanjutan sampai RUU ini benar-benar dapat mengakomodir semua pihak. Aksi untuk mengawal RUU Sidiknas ini harus lebih masif di tingkat nasional ataupun provinsi.
“Maka dari itu khusus daerah jawa barat akan diadakan aksi lanjutan di tingkat wilayah guna mengawal keberlangsungan RUU Sisdiknas. Bahkan bila perlu kita akan aksi lagi di depan gedung DPR RI atau gedung istana,” ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengajukan naskah Sisdiknas ke DPR RI untuk dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional. RUU Sisdiknas ini rencananya akan mengintegrasikan sekaligus mencabut tiga undang-undang terkait pendidikan.
Ketiga UU itu adalah UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.(rls/smsi)