Jakarta. Dewan Pers, Kementerian Kominfo dan Konstituen Dewan Pers terlibat kericuhan dalam rapat koordinasi draf Peraturan Presiden (Perpres) publisher right platform digital, Rabu (15/2/2023).
Rapat Koordinasi yang difasilitasi Kementarian Kominfo di Hotel Pullman, Jakarta Pusat itu dihadiri unsur perwakilan Kementerian Politik Hukum dan Keamanan (Kemkopolhukam) dan Sekretariat Negara. Rapat dimulai 14.00 WIB itu terhenti sekitar pukul 15.30 WIB.
Rapat koordinasi yang dimulai pukul 14.00 belum sempat membahas mekanisme penting tentang draf perpres publisher right media digital dan media berkelanjutan.
Berawal ketika Dirjen Informasi Komunikasi Publik (IKP) Dr Usman Kansong menyatakan rapat akan menyerap berbagai masukan terkait Perpres Publisher Rights. “Kita perlu mengatur mekanisme Perpres ini, untuk mengakomodasi semua kepentingan bangsa dan negara,” ujarnya.
Usman Kansong kemudian memberikan kesempatan berbicara kepada Arif Mustofa, perwakilan Kemenkokpolhukam, Lidya Perwakilan Setneg, Dr Ninik Rahayu Ketua Dewan Pers, dan Profesor Ramli mewakili Akademisi.
Seorang peserta rapat tia-tiba saja interupsi untuk berbicara karena pembicaraannya flashback ke titik nol penyusunan Perpres, maka distop oleh Usman Kansong. Mulailah terjadi rebutan bicara, gaduh, dan ricuh, saling berargumentasi, saling klaim penyusunan draft Perpres.
Peserta rapat yang lain mengatakan pihaknya sudah sejak 2020 menyusun draft perpres tersebut. “Kok tiba-tiba hilang semua draft yang kami buat,” katanya.
Menyikapi pernyataan itu Ninik Rahayu spontan meradang. “Saya minta jangan asal klaim ya, kalo anda sebut konstituen dewan pers, konstituen yang mana, jangan asal mengklaim mengatasnamakan konstituen dewan pers. Saya tidak tidak terima,” ujar Ninik.
Ketegasan Ninik Rahayu membuat terdiam para pengklaim penyusun draf perpres. Akhirnya untuk meredakan ketegangan, Usman Kansong mengakhiri rapat koordinasi dan Kemenkominfo akan kembali mengundang rapat berikutnya.
Konstituen Dewan Pers
Para konstituen Dewan Pers meminta Perpres publisher right media digital ini dibahas secara terbuka. Jangan main bungkus karena Presiden RI Joko Widodo meminta Perpres tersebut segera diserahkan dalam satu bulan.
Perpres ini akan menjadi penting karena akan menjadi acuan bisnis pers dan kemerdekaan pers. Jangan sampai Perpres ini malah mengkerdilkan kemerdekaan pers, dan mengurangi keadilan bisnis bermedia.
Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) sebagai salah satu kontituen Dewan Pers bersama anggota konstituen lainnya, mendukung penuh draf perpres dibuka secara transparan sebelum diajukan ke lembaga kepresidenan.
“Jangan sampai ada pihak-pihak media yang dirugikan, baik dari sisi kemerdekaan pers, maupun secara financial bisnis perusahaan media. Jangan karena didesak waktu, lalu melupakan prinsip keadilan ekonomi bisnis media dan kebebasan pers,” kata Firdaus, Ketua SMSI Pusat dihubungi terpisah.
Hal senada dikemukakan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Sasmito Madrim. “Saya minta Dewan Pers terbuka, dengan menyampaikan draf peraturan presiden yang disampaikan ke Sekretariat Negara tersebut kepada publik,” kata Sasmito.
Hal itu di sampaikan dalam pertemuan antara konstituen dengan Dewan Pers di Gedung Dewan Pers, Selasa (14/2/2022) sebagaimana keterangan pers yang diterima kantor pusat SMSI dari Dewan Pers.
Tuntutan AJI itu juga mendapat dukungan Wakil Sekjen Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Dr Suprapto Sastro Atmojo, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Herik Kurniawan yang hadir bersama tim IJTI Wahyu Triyoga.
Hadir pula Wakil Ketua Umum SMSI Yono Hartono, Toto Sutarto SH dari Serikat Perusahaan Pers (SPS), Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), serta Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wenseslaus Manggut yang hadir secara daring.
“Jangan sampai kita mengritik pemerintah untuk selalu melibatkan publik tapi kita justru tidak melaksanakannya,” kata Sasmito.
Dia menjelaskan draf perpres itu sudah dibahas sejak dua tahun lalu bersama para konstituen dengan Dewan Pers selaku koordinator. Namun dalam perjalanannya, draf itu mengalami beberapa perubahan sesuai dengan masukan konstituen.
Rombongan Liar
Terhadap kalangan yang mengklaim sebagai pemilik draf perpres itu, Sasmito menamakannya sebagai romli (rombongan liar). AJI siap melakukan somasi atas klaim tersebut.
Menurut Suprapto, PWI juga cukup intens melakukan pembahasan, sampai mengadakan rapat di Bandung. Ini dilakukan demi terciptanya iklim dan ekosistem media yang lebih baik. Oleh karena itu, kalau ada pihak yang merasa sebagai pemilik draf tersebut, ini dinilai mencederai kebersamaan dan akan berhadapan dengan konstituen Dewan Pers yang selama ini telah memberikan kontribusi dalam dalam penyusunannya.
Sedangkan Herik melihat sebuah keanehan apabila draf yang disusun bersama itu diklaim oleh kelompok lain. “Dewan Pers harus terbuka dan bisa menyatukan draf perpres tersebut. IJTI siap mengawal rancangan perpres media sustainability,” ujar Herik.
Sementara itu, Wens Manggut menambahkan, baginya yang penting adalah dalam penyusunannya harus jelas mengatur mengenai fungsi dari lembaga yang akan menjalankan perpres itu. Lembaga tersebut juga harus bisa mengambil posisi dan hubungannya dengan Dewan Pers.
Manggut tak sepakat dengan konsep remunerasi. Ia lebih melihat itu sebagai bagi hasil (sharing revenue) karena ini menunjukkan kinerja media dalam memproduksi konten berkualitas. Ia menyarankan agar Dewan Pers mengirim surat ke presiden untuk memperjelas soal ini. Intinya kalau pemerintah menerapkan kebijakan satu pintu, itu akan lebih mudah.
Yono menimpali, bila ada pihak yang bersikap eksklusif dan hanya mementingkan kelompoknya, itu berbahaya. “Gerombolan yang eksklusif hanya mementingkan kelompoknya, itu tidak berkeadilan. Dewan Pers harus menjaga kemandirian dan keadilan,” paparnya.
Harapan sama disampaikan Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI) yang diwakili oleh Maulana sebagai wakil sekjen.
Setuju
Menanggapi hal ini, Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, Wakil Ketua Dewan Pers, Muhamad Agung Dharmajaya, dan anggota Dewan Pers, Atmaji Sapto Anggoro, menyatakan setuju atas masukan dari konstituen tersebut. Dewan Pers pada dasarnya adalah mengemban amanat yang diberikan oleh anggota konstituen.
Tenaga ahli bidang hukum Dewan Pers, Hendrayana, mengaku sudah menyampaikan legal anotasi dari hasil kajian akademis yang dilaksanakan Dewan Pers. Hasil kajian tersebut menyatakan, perpres itu menjadi bagian dari Undang-Undang Pers No 40/1999 yang diatur dalam pasal 15.
Dalam hal ini, UU Pers menyatakan bahwa tidak ada lembaga lain yang mendapatkan amanah untuk mengatur pers selain Dewan Pers. Dalam pelaksanaan operasionalnya, Dewan Pers selalu melibatkan konstituen. Hendra menambahkan, bahwa norma hukum untuk mengatur media di masa mendatang harus selalu dikedepankan.
Adapun sebelas konstituen Dewan Pers terdiri dari AJI, PWI, SPS, IJTI, SMSI, AMSI, JMSI, PFI (Pewarta Foto Indonesia), ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia), ATVLI, dan PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Indonesia).
Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo ketika berpidato di acara Hari Pers Nasional pada 9 Februari 2023 di Medan telah meminta agar draf ini sudah harus selesai dalam waktu sebulan. (dwi/*)