Pontianak. Walikota dan Wakil Walikota Pontianak terpilih dianggap minim legitimasi. Hal ini akibat partisipasi pemilih yang amblas, hanya 53 persen dari total DPT 489.208 orang.
Dalam rapat pleno terbuka rekapitulasi hasil penghitungan suara pilkada yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Pontianak, Minggu (1/12/2024) terkuak jumlah warga Kota Pontianak yang menyalurkan hak pilihnya hanya 261.182 orang.
Dari jumlah 261.182 tersebut, terdiri dari 253.867 jumlah suara sah dan 7.315 jumlah suara tidak sah. Kontestan Pilkada Pontianak peraih suara tertinggi adalah pasangan Edi Rusdi Kamtono dan Bahasan yang memperoleh 203.211 suara (77,8%). Sedangkan pasangan Mulyadi dan Harti Hartidjah mendapatkan 50.656 suara (22,2%).
Tingkat partisipasi pemilih untuk memilih Walikota dan Wakil Walikota Pontianak dalam Pilkada Pontianak 2024 itu, hanya setengahnya saja dari jumlah keseluruhan warga dalam DPT yang seharusnya memilih.
Seperti diketahui, jumlah pemilih yang telah masuk DPT terdiri dari 250.119 perempuan dan 239.089 laki-laki. Kondisi ini tentu saja menjadi tanda tanya besar dari kinerja KPU Kota Pontianak selaku penyelenggara Pemilu.
“Kami menilai kinerja komisioner KPU Kota Pontianak nol besar dalam mendongkrak partisipasi pemilih,” kata Ryan Adhyatma, warga Kota Pontianak kepada pontianak times, Senin (9/12/2024).
Anggaran
Ryan sekaligus mempertanyakan anggaran yang begitu besar telah dialokasikan untuk KPU Kota Pontianak sebesar Rp30,9 Miliar dan ditambah dana untuk Bawaslu Kota Pontianak sebesar Rp10,1 Miliar.
“Sungguh anggaran yang sangat fantastis dan tidak sebanding dengan capaian yang buruk. Belum lagi menghabiskan anggaran untuk launching Pilkada yang mengundang artis dan band kenamaan. Tetapi tidak ada efeknya bagi masyarakat,” ujar Ryan.
Ryan yang banyak berkiprah di organisasi kepemudaan ini menyarankan agar KPU Pontianak kedepannya memperthitungkan pola sosialisasi yang tepat, agar partisipasi pemilih meningkat.
Ia mencontohkan soal sosialisasi yang itdak efektif itu diganti dengan pola yang lebih humanis, misalnya saja KPU mengumumkan kepada masyarakat usai memilih mendapat hadiah.
“Setelah pencoblosan dan pemilih keluar dari bilik suara mendapatkan sembako atau bahan lain yang berguna untuk menopang warga di tengah kondisi ekonomi sulit saat ini. Tentu itu akan sangat berguna. Saya yakin warga yang telah masuk DPT akan berbondong-bondong datang ke TPS,” kata Ryan.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Pontianak Bebby Nailufa menyayangkan partisipasi pemilih yang terus menurun dari setiap penyelenggaraan Pilkada. Saat Pilkada 2018 mencapai 76 persen dan turun dibandingkan Pemilu 2019 yang mencapai 82 persen.
“Padahal Pilkada Pontianak 2024 ini menghadirkan dua pasangan calon, sekaligus untuk memberikan pilhan kepada masyarakat bahwa ada paslon petahana dan penantang,” ujar Bebby.
Pemicu
Dari hasil investigasi pontianak times terkait hal ini terdapat beberapa pemicu yang menyebabkan parahnya partisipasi pemilih.
Pemicu itu antara lain, banyaknya pemilih yang tidak mendapatkan undangan untuk mencoblos ke Tempat Pemungutan Suara (TPS). Selain itu, undangan memilih tidak disebar, kalaupun disebar bersifat dadakan atau disebar pada malam sebelum pencoblosan.
Di beberapa tempat, bahkan banyak undangan yang tidak tertera nama calon pemilih alias undangan kosong. Belum lagi soal lokasi TPS yang sering berpindah-pindah sehingga menyulitkan calon pemilih.
KPU juga terlalu over estimate dengan hadirnya link online untuk pengecekan lokasi TPS dan diperunukan pemilih yang tidak mendapat undangan. Padahal link tersebut tidak tersosialisasi dengan baik.
Banyak persoalan lainnya yang patut menjadi bahan evaluasi agar Pilkada Pontianak tidak mendapat stigma minim legitimasi, atau lebih ekstrimnya, Pilkada Pontianak berhasil memilih Walikota dan Wakil Walikota setengah.
Penulis: R. Rido Ibnu Syahrie I Update Berita, ikuti Google News