Kubu Raya. KPU Kubu Raya dianggap mengabaikan proses kasus 7 TPS di Desa Ambawang. Seorang Caleg, Mustafa MS terus ikhtiar mencari keadilan lantaran terjadi dugaan penggelembungan 410 suara.
“KPU Kubu Raya telah abai. Saya berharap mendapatkan keadilan di Bawaslu dan Gakumdu Kubu Raya, sesuai jargon Bawaslu yang mengawasi pemilu bersama rakyat dan menegakkan keadilan Pemilu,” kata Mustafa kepada pontianak times, Kamis (28/3/2024).
Mustafa merinci kronologis terjadinya dugaan penggelembungan suara itu, namun pihak KPU Kubu Raya tidak melakukan proses yang semestinya.
Berawal pada 28 Februari 2024 saat Pleno Kecamatan Kubu, terjadi tindakan yang sistematik, terstruktur dan massif dalam perolehan suara di desa Ambawang Kecamatan Kubu. Selanjutnya terjadi perubahan suara C Hasil DPRD Kabupaten/Kota dari saksi Partai Golkar, saksi Partai Politik lain dan dari saksi Panwascam.
Perubahan tersebut terjadi di 7 TPS untuk Muhammad Hanafi selaku Caleg Nomor urut 4 dari Partai Gokar. Yang bersangkutan di TPS 1 mendapat 12 suara menjadi 71 suara. TPS 2 mendapat 0 suara menjadi 58 suara. TPS 4 mendapat 0 suara menjadi 70 suara.
Demikian pula di TPS 5 mendapat 0 suara menjadi 28 suara. TPS 6 mendapat 0 suara menjadi 40 suara. TPS 7 mendapat 2 suara menjadi 72 suara. TPS 8 mendapat 0 suara menjadi 71 suara. “Total suara yang digelembungkan menjadi 410 suara,” kata Mustafa.
Protes Saksi
Menurut Mustafa, saksi Partai Golkar yang bernama Kusnadi dalam rapat pleno tersebut melakukan protes keberatan terhadap perubahan C Hasil Plano yang ditampilkan oleh PPK. Namun, tidak digubris sama sekali oleh Ketua PPK.
Dijelaskan Mustafa, saat itu tiga orang Komisioner KPU Kubu Raya membiarkan proses tersebut dan menyarankan kepada Ketua PPK untuk melakukan proses buka kotak suara dan perhitungan suara ulang.
“Semestinya, buka kotak suara itu harus disaksikan oleh ketua KPPS masing-masing TPS. Namun, Ketua PPK Kubu tidak mengindahkan protes yang disampaikan oleh saksi partai Golkar,” kata Mustafa.
Idealnya, lanjut Mustafa, sebagaimana diamanahkan dalam peraturan KPU bahwa jika terjadi kecurangan, ketimpangan data, maka harus dikembalikan kepada C Hasil Partai Politik, C Hasil Panwascam dengan istilah sanding data.
Dalam hal ini, lanjut Mustafa, Ketua PPK Kubu tetap bersikeras membuka kotak suara yang disetujui tiga komisioner KPU Kubu Raya. “Berdasarkan data dan bukti yang kami miliki, kotak suara tersebut sudah dilakukan pencoblosan dan pengrusakan kotak suara oleh oknum PPS Desa Ambawang Kecamatan Kubu,” ujarnya.
Mustafa mengaku telah mendapatkan bukti-bukti pendukung antara lain ditemukannya amplop sisa surat suara yang bertebaran di sekitar Kantor Desa Ambawang. Selain itu, segel kertas suara yang bertebaran, bekas tip-ex yang bertebaran di atas meja. “Alat untuk mencoblos berupa paku juga kami temukan di dalam kantor Desa Ambawang,” kata Mustafa.
Mustafa berserta timnya juga menemukan foto yang terindikasi oknum PPS Desa Ambawang mengubah C Hasil Plano dengan tip ex di Kantor Desa Kubu pada malam hari, saat proses Pleno PPK Kecamatan Kubu.
Dirugikan
Dalam konteks ini, kata Mustafa, dirinya saya selaku Caleg Nomor 1 Partai Golkar merasa dirugikan dan dizalimi. Total suara yang dimilikinya berjumlah 2.120 suara, sedangkan saudara Hanafi seharusnya berdasarkan C Hasil Partai Politik Golkar hanya mendapat 1.737 suara. Namun, akibat proses penggelembungan tersebut yang bersangkutan mendapatkan 2.152 suara.
Mustafa menganggap perilaku caleg yang bersangkutan telah mempermalukan dan merusak citra Partai Golkar yang seharusnya menjunjungtinggi PDLT (Prestasi, Dedikasi, Loyalitas, dan Tidak Tercela).
Mustafa yang juga Wakil Ketua Bidang Organisasi DPD Partai Golkar Provinsi Kalimantan Barat telah membuat laporan dugaan pelangaran Pemilu kepada Bawaslu Kabupaten Kubu Raya dengan Nomor Register 004/LP/PL/Kab/20.07/3/2024.
Laporan itu terkait dugaan tindak pidana pemilu yang dilakukan oleh oknum ketua dan anggota PPS (sebagai terlapor) sebagaimana dimaksud di pasal 532 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pemilu.
Dalam aturan itu disebutkan bahwa, setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang Pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara peserta Pemilu menjadi berkurang dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp 48 Juta.
Selain pidana, bentuk lain adalah pelanggaran administratif Pemilu dan kode etik penyelenggaraan pemilu.
“Saya memberikan apresiasi kepada komisioner Bawaslu Kubu Raya dan Gakumdu yang terdiri dari unsur Kepolisian, Kejaksaan dan Bawaslu, telah melakukan proses berupa pemanggilan kepada pihak-pihak terkait,” ujar Mustafa.
Pemanggilan tersebut untuk Ketua TPS 1, 2, 4, 5, 6, 7 dan Ketua TPS 8 serta seluruh Anggota PPS dan PPK Kecamatan Kubu. Namun, Ketua dan Anggota PPS Desa Ambawang setelah dilakukan 2 kali pemanggilan oleh pihak Bawaslu, ternyata tidak hadir.
“Kami menilai Ketua dan Anggota PPS Desa Ambawang, tidak kooperatif dan tidak memiliki integritas untuk mewujudkan Pemilu yang Luber dan Jurdil, serta tidak taat pada azas penyelenggara Pemilu,” terang Mustafa.(ind)
Update Berita, ikuti Google News